PERKEMBANGAN LIBERALISME DI INDONESIA PADA MASA
PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA TAHUN 1870 – 1900
Oleh
Anis Sholihatin (120731400274)
Sundra Murti (120731435933)
Umar Sholihudin (120731435937)
Putra Pradana R.A. (120731435948)
Desinta Mega S. (120731435963)
Heny Nur Aisyah (120731435979)
(Sejarah Offering B 2012/FIS-UM/Sejarah IPTEKS/Maret
2014)
Abstrak: Liberalisme
adalah sebuah paham ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada sebuah pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang
paling utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang
bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
liberalisme menolak adanya sebuah pembatasan, khususnya dari pemerintah
dan agama. Liberalisme menghendaki adanya pertukaran gagasan yang bebas,ekonomi
pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan
suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan
terhadap kepemilikan individu.
Kata Kunci: Liberalisme,
pemerintah kolonial, perusahaan swasta, modal.
A.
Pendahuluan
Liberalisme
adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat,
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan
persamaan hak adalah nilai politik yang utama (Wikipedia). Liberalisme sendiri
tumbuh pada zaman kekuasaan Gereja yang pada waktu itu ilmu pengetahuan di
dominasi oleh gereja yang berakibat rasional kalah dengan keputusan gereja.
Namun hal ini masih belum berkembang pesat karena dominasi geraja pada waktu
itu sangan kuat.
Pada Reneisan terdapat pemikir-pemikir yang
dimulai Rene Deskartes dengan tujujuan mengalakan dominasi gereja atas akal.
Setelah kemunculan Rene Deskartes bermunculah pemikir-pemikir yang dengan
tujuan sama denganya. Namun dari berbagai aliran pemikiran terdapat dua
pemikiran yang paling menonjol yakni Rasionalisme dan empirisme, Gerakan ini
juga dikenal sebagai Liberalisme. Ideologi Liberalisme tidak hanya berada di
Eropa saja tetapi Ideologi ini juga masuk ke Indonesia.
Liberalisme masuk
secara paksa ke Indonesia melalui proses Penjajahan, khususnya oleh
pemerintahan Hindia belanda. Prinsip negara sekuler telah tertera dalam
undang-undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa
pemerintah bersikap natral terhadap agama. Hal ini mengidikasikan bahwa
Sekulerisme sebagai akar Liberalisme.
Setelah
kemerdekaan juga berkembang liberalisme di Indonesia dari politik sampai
ekonomi. Liberaisasi ekonomi indonesia tertera pada UUD 1945 yang telah
diamandemen dengan membuka penanaman modal bagi investor-investor asing yang
kemudian di tuangkan dalam UU migas, UU kelistriakan dan lain-lain. Sedangkan
liberalisme dalam politik pun pernah dipakai oleh Indonesia.
B.
Sejarah Lahirnya Liberalisme
Liberal berasal dari kata “liberty”
yang artinya kebebasan. Liberal dapat diartikan sebagai suatu faham yang
menghendaki akan adanya kebebasan individu baik dalam bidang politik, ekonomi
maupun agama. Liberal ini berkembang sejak zaman reformasi gereja dan
renaissans yang menandai berakhirnya abad pertengahan. Secara harfiah liberal berarti
bebas dari batasan ini karena liberalisme menawarkan kehidupan yang bebas dari
pengawasan gereja dan raja (Adams. 2004:20 dalam Ayok. 2008). Liberal ini
pertama dicetuskan oleh kaum Borjuis, Prancis. Pada abad ke-18 ini orang-orang
Borjuis mengajak seluruh rakyat Prancis untuk menentang kekuasaan raja yang
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya juga pada kaum bangsawan dengan
berbagai hak istimewanya guna mendapatkan kebebasan berpolitik, ekonomi, dan
beragama. yang mana gerakan ini dipelopori oleh Voltarie, Montesquieu, dan J.J.
Rousseau.
Pada saat itu agama Kristen
mengalami penindasan di bawah imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero.
Geereja pada saat itu mulai menjadi institusi dominan dengan disusunnya sistem
kepausan. Paus dijadikan sebagai sumber kekusaan agama tertinggi dengan
otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh kehidupan manusia, terutama dalam hal
politik, sosial dan agama. Pada abad pertengahan ini juga ternyata penuh dengan
penyimpanngan dan penindasan oleh kolaborasi gereja dan kaisar. Abad
pertengahan ini mulai meredup dengan adanya Reformasi Gereja yang dicetuskan
oleh Martin Luther.
Dalam sebuah negara
telah kita ketahui bahwa tentunya menganut suatu faham dalam menjalankan
pemerintahannya dan salah satu faham besar di dunia adalah liberalisme. Liberalisme
politik menjadi sebuah ideologi yang
besar yang berpandangan dan sangat menghargai kebebasan individu, dalam hal ini
setiap individu memeliki sebuah hak dan kebebasan dalam kehidupannya dimana
kebebasan itu telah dimiliki setiap individu sejak dari lahir dan liberalisme
mengutamakan hak individu dengan ketentuan tidak merugikan kebebasan individu
lain. Dalam aliran liberal ini negara tidak memiliki kuasa dalam ikut campur dalam
kebebasan individu. Seperti yang telah dijelaskan dalam buku Chepy Hari Cahyono
dalam bukunya yang brjudul Pengantar Ilmu Politik (1993/1994:99) mengatakan liberalisme
memiliki pandangan bahwa libelarisme mempunyai wawasan tersendiri terhadap
kebebasan warganegara. Ia mendukung hak setiap setiap orang untuk bertingkah
laku dan berbuatsesuai dengan kehendaknya masing-masing sepanjang tidak
mengganggu kebebasan orang lain. dalam banyak hal liberalisme mendasarkan diri
pada pinsip bahwa setiap orang memiliki hak-hak tertentu untuk tidak dapat
dilanggar oleh kekuasaan manapun. hak-hak yang dimiliki oleh setiap
individu telah dibawa sejak lahir,
sedangkan fungsi negara dalam hal ini tidak lebih dari melindungi setiap
individu dalam melaksanakan hak-hak tersebut
dan sama sekali tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam pelaksanaan kak
masing-masing individu. apabila negara ikut campur dalam pelaksanaan hak-hak
tersebut, maka boleh dikatakan individu dan negara itu telah kehilangan makna
kekuasaanya.
Dalam
ajaran libelarisme seperti apa yang telah dijelaskan menunjukan bahwa
liberalisme sangat menghargai kebebasan individu dalam suatu negara tetapi
mesih memperhatikan adanya baasan-batasan tertentu dari kebebasan itu sendiri.
kebebasan ini dianggap sebagai kebebasan mutlak yang dimiliki oleh seseorang
yang diberikan olehtuhan sejak individu dilahirkan di dunia dan kebebesan itu
belum tentu dimiliki oleh individu lain sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Chepy Hari Cahyono dalam bukunya yang brjudul Pengantar Ilmu Politik. karena
dengan menghargai kebebasan yang diberikan makan akan memberikan kesejahteraan
bagi rakyat dalam suatu negara yang menanut ideologi liberalis ini. karena
dengan adanya kebebasan yang diberikan maka setiap individu tidak akan mrasa tertekan
adan dipaksaakan khendaknya hanya untuk kepentingan suatu negara saja, dan apa
yang telah dilakukan oleh wargangara terhadap negaranya hanya atas dasar rasa
takut dan tidak didasari dengan kesunggujhan hati. lain halnya jika wargara
diberikan kebebasan maka ia dapa menggunakan haknya dal kehidupannya baik dalam
keyakinan maupun dalam sebuah usaha dalam kehidupan khususnya dalam
perekonomian. dengan begitu maka warganegara akan lebih mudah dalam melakukan
segala sesuatunya dan dengan adanya itu maka terwujudlah kesejahteraan dalam
sebuah negara tanpa meninggalakan ketentuan untuk tidak merugikan individu
lain. jika ketentuan untuk tidak merugikan individu lain telah dijankan oleh
masing-masing individu maka dapat dipastiakan setiap individu juga memiliki
kesadaran pula untuk kepentingan suatu negara dan bisa membedakan mana yang
harus dilakukan dan mana yang harus di hindari. Dalam hal ini memiliki artian
bahwa setiap individu yang bisa diktakan sebagai warganegara dalam suatu negara
mengetahui mana hak dan kewajibannya sebagai warga ngara. dengan bagitu antara
kebebasan individu dan kewajiban negara akan berjalan berdampingan tanpa adanya
perselisihan ataupun diskriminasa. Hal itu dikarenakan setiap individu juga
memiliki kebebasan dalam menyampaikan haknya dan saling menghargai hak antara
individu satu dengan yang lainnya, sehingga terwujudlah suatu negara sesuai
dengan yang diinginkan dan menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya.
C.
Pencetus Faham Liberalisme
a.
John Locke
Pada bidang politik John Locke adalah
seorang pelopor gagasan liberal pada abad ke-18. Dia adalah pemikir pertama
yang menggagas prinsip pembagian kekuasaan (Separation of Power) yang
ditegaskan oleh Montesquieu. Locke melontarkan pandangan bahwa kekuasaan
legislatif dan eksekutif harus dipisahkan jika ingin menghindari terjadinya
kezaliman kekuasaan. John Locke menjadi terkenal karena dua karyanya tentang
dua pemerintahan sipil, Two Treatises on Civil Goverment pada tahun
1690. John Locke menggangap bahwa keadaan manusia secara alamiah cenderung
berada dalam kedamaian, kebajikan, saling melindungi, penuh kebebasan, tak ada
rasa takut, dan diwarnai dengan kesetaraan. Manusia ketika lahir memiliki
kebebasan dan hak asasi. Menurut Locke pengakuan hak asasi manusia (HAM) dn
kekuasaan hukum adalah dua macam perjanjian masyarakat (Ebyhara, A.
2010:151-155).
b.
Voltarie
Voltarie adalah seorang tokoh
liberalisme Prancis. Nama sebenarnya adalah Francois Marie Arouet. Ia lahir di
Prancis pada tahun 1694. Atas pemmikirannya yang sangat revolusioner inilah
yang menyebabkan ia harus di penjara. Setelah ia dibebaskan kemudian ia tinggal
di Inggris. Di Inggris ia belajar bercakap dan menulis dalam bahasa Inggris, ia
juga berkenalan dengan cendekiawan Inggris secara pribadi. Voltarie sangat
terkean dengan ilmuan-ilmuan Inggris serta faham yang berpegang pada perlu
adanya percobaan secara praktek dan bukan hanya berpegang pada teori. Selain
itu sistem politik Inggris juga mempengaruhi pemikirannya. Demokrasi Inggris
dan kebebasan yang ada di Inggris inilah yang memberi kesan kepada Voltarie
bahwa kehidupan politik Inggris lebih baik dari pada di Prancis. Setelah
Voltarie kembali ke Prancis, ia menuliskan sebuah buku yang berisi tentang
sistem politik Inggris serta pikiran-pikiran John Locke dan pemikiran-pemikiran
Inggris lainnya. Akibat penulisan buku ini ia diusir dari Paris. Setelah itu ia
menjadi seorang penulis yang tulisannya melebihi 30.000 halaman.
Voltarie adalah seorang yang sangat
toleransi terhadap agama. Ia pernah mengabdikan dirinya ke dalam “jihad
intelektual” melawan fanatisme agama. Kesemua surat-suratnya
senantiasa ditutupnya dengan kalimat "Ecrasez l'infame" yang maknanya
"Ganyang barang brengsek itu!" Yang dimaksud Voltaire "barang
brengsek" adalah kejumudan dan fanatisme (Hart. M. Tanpa Tahun).Dalam
karya tulis Voltarie sangat banyak, salah satu pendirian Voltarie adalah terjamin
kebebasan berbicara dan kebebasan pers.
c.
Jean-Jacques Rousseau
J.J Rousseau lahir di Jenewa, Swiss. J.J Rousseau adalah seorang filosof,
penulis ia menghasilkan gagasan tentang berbagai bidang. dan komposer pada abad
pencerahan. Pemikiran filosufnya mempengaruhi Revolusi Prancis. Rousseau mulai
terkenal pada tahun 1749 ketika karyanya “Discourse on the Arts and Sciience”,
memenangkan penghargaan yang diberikan oleh Akademi Dijon untuk esai
terbaik yang bertajuk apakah kebangkitan ilmu ikut andil dalam memperbaiki
perilaku. Karya-karyanya J.J Rousseau mengandung ambiguitas dan tidak konsisten
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di kalangan pembaca dan pemerhati
gagasan-gagasannya. Kadang ia tampak sebagai seorang yang mendukung kebebasan
individu, kadang dalam tulisan lain juga tampil sebagai pendukung absolutisme
negara. akan tetapi Rousseau tampaknya lebih banyak dikenang dan memiliki
pemikiran yang lebih berpengaruh dibandingkan Montes Quieu. mungkin karena ia
sangat menjunjung tinggi kebebaan sipil dan terlalu kencang dalam memberikan
uraian tentang kebebasan (Ebyhara, A. 2010:160-163).
d.
Montesquieu
Seorang
tokoh yang bekerja sebagai hakim mahkamah tinggi di bordeaux ini memiliki nama lengkap Baron
de Montesquieu merupakan seorang tokoh yang mencetuskan banyak teori politik
besar pada masanya, yakni pada pada masa pencerahan. Montesquieu adalah seorang
tokoh yang mendasarkan pemikirannya pada ehidupan nyata. Salah satu karya
besarnya tentang politik dan negara adalah The Spirit of Law. Dalam
karya ini, ia mendefinisikan hukum sebagai rasio manusia yang mengatur semua
penduduk bumi: hukum politik dan sipil setiap bangsa seharusnya hanya merupakan
khasus-khasus partikular sebagia buah dari proses akal manusia dan harus
disesuaikan dengan orang-orang yang untuk merekalah hukum-hukum tersebut
dikerangkakan. Dengan akal, manusia tak sepenuhnya dikuasai oleh alam, ia
adalah mahkluk yang bebas dan bisa membantu menantukan takdirnya dan mencapai
tujuan yang sebenarnya. hukum dan bentuk pemerintahan ditentukan oleh banyaknya
orang yang berkuasa dan prinsip nilai yang digunakan (Ebyhara, A.
2010:158-160). dari pernyataan yang
sudah ada di atas tersebut dapat kita simpulkan bahwa Monstiqueui juga
sependapat dan menghargai kebebasan kebebasan individu dalam suatu negara.
dimana setiap individu berhak menentukan
jalannya masing masing. dan dalam suatu negara yang berhak menentukan
peraturan-peraturan dan nilai-nilai yang ada dalam negara tersebut adalah
manusia-manusia yang tinggal di negara itu sendiri.
D.
Perkembangan
Liberalisme di Indonesia pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda Tahun
1870-1900
Sistem
ekonomi kolonial antara tahun-tahun 1870 hingga 1900 disebut sistem
liberalisme. Pada masa itu, modal swasta diberi peluang untuk mengusahakan
kegiatan di Indonesia khususnya di perkebunan-perkebunan besar. Pembukaan
perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan oleh Undang-Undang Agraria tahun
1870. UU Agraria ini melindungi hak milik petani-petani Indonesia atas tanah
mereka. Di sisi lain membuka peluang bagi orang asing untuk menyewa tanah dari
rakyat Indonesia. Zaman Liberal merupakan penetrasi ekonomi uang yang lebih
mendalam bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan penyewaan tanah
penduduk pribumi oleh perusahaan-perusahaan swasta Belanda untuk dijadikan
perkebunan-perkebunan besar.
Meluasnya pengaruh ekonomi Barat
dalam masyarakat Indonesia selama zaman Liberal tidak terbatas pada penanaman
tanaman-tanaman perdagangan, tapi juga meliputi impor barang-barang jadi yang
dihasilkan oleh industri-industri yang berkembang di Belanda (Kartodirjo, 2010:
372).
Ketika
Negara Kolonial Hindia Belanda berdiri dan memperluaskan pengaruhnya,
masyarakat Indonesia berada di dalam kehidupan politik yang hampir serupa,
yakni dalam bentuk kerajaan atu kesultanan dan bukan kerajaan. Ketika negara
Hindia Belanda menanamkan kekuasaannya, berlangsung perubahan. Di sepanjang
abad ke-19 perubahan luas dan mendalam terjadi pada masyarakat Pulau Jawa
(Marwati & Nugroho, 2010:1).
Setelah
penghapusan sistem tanam paksa, gejala yang muncul di kalangan masyarakat
pedesaan adalah terbentuknya kelompok buruh, yang terdiri atas buruh pabrik dan
buruh tani. Perkembangan di daerah-daerah luar Jawa tidak memperlihatkan dampak
kolonialisme yang mendalam seperti di Pulau Jawa kecuali di dua tempat, yakni
Sumatera Barat pada etnik Minangkabau dan Sulawesi Utara pada etnik Minahasa.
Di kedua tempat ini, dimana pola penanaman seperti sistem tanam paksa
dilaksanakan. Namun pada umumnya dinamika kehidupan masyarakat di luar Pulau
Jawa tidak mengalami guncangan dan perubahan yang mendalam (Marwati &
Nugroho, 2010:9).
Perkembangan
selama abad ke-19 membawa akibat yang menonjol, yaitu urbanisasi. Dengan
tumbuhnya perusahaan perkebunan beserta perdagangan dan pengangkutan hasilnya,
menambah jumlah penduduk yang pindah ke kota-kota atau pusat-pusat perusahaan
itu. Faktor-faktor di desa juga mendorong perpindahan ke kota, antara lain,
semakin kurangnya tanah pertanian dan bertambahnya jumlah proletar perdesaan,
perbedaan yang mencolok antara desa dan kota mengenai tingkat kemajuan
kehidupan. Perkembangan yang mendorong perubahan sistem pemerintahan tidak
langsung kepada sistem yang langsung. Berjalan sejajar dengan kemenangan kaum
liberal yang berhasil menguasai politik kolonial (Marwati & Nugroho,
2010:10).
Setelah
tanam paksa dihapuskan, pemerintah Belanda melaksanakan politik kolonial liberal
di Indonesia dengan memberikan kebebasan pada pengusaha swasta untuk menanamkan
modal di Indonesia. Namun, pelaksanaannya tetap menyengsarakan rakyat karena
kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan kolonial
Belanda. Belanda tetap melaksanakan cara-cara menguasai bangsa Indonesia dengan
perjanjian, perang, dan pemecah belah (Hamdi, 2013) .
Sistem
dualistis merupakan alat utama untuk mempertahankan kondisi kolonial dalam arti
subordinasi kepentingan daerah jajahan untuk kepentingan negara induk. Apa yang
lazim dinamakan Periode Liberal (sejak tahun 1870) tidak lain merupakan masa perdagangan bebas
atau perusahaan bebas yang membuka sumber-sumber alam yang kaya raya di
Indonesia bagi perusahaan-perusahaan Barat (Marwati & Nugroho, 2010:10).
Pelaksanaan politik kolonial liberal sering disebut Politik Pintu Terbuka
(Opendeur Politiek), yaitu membuka modal swasta asing untuk ditanamkan di
Indonesia. Politik “pintu terbuka” terpaksa secara konsekuen dijalankan oleh
Belanda karena banyak ditanam untuk menghasilkan bahan-bahan ekspor. Untuk
menjamin ekspor itu perlu dilakukan “politik terbuka” bagi negeri-negeri asing
(Broek, 1942:106). Dengan politik tersebut, Indonesia sebagai tempat untuk
mendapatkan bahan mentah, mendapatkan tenaga yang murah, tempat pemasaran
barang produk Eropa serta tempat penanaman modal asing. Modal swasta Belanda
serta modal bangsa Barat lainnya masuk ke Indonesia dan ditanamkan ke dalam
pertanian dan perkebunan sehingga perkebunan tebu dan tembakau berkembang pesat.
Pelaksanaan
politik liberal ternyata lebih berat daripada tanam paksa. Pada masa ini
penduduk diperas oleh dua pihak. Pertama oleh pihak swasta dan yang kedua oleh
pihak pemerintah. Pemerintah Hindia Belanda memeras penduduk secara tidak
langsung melelui pajak-pajak perkebunan dan pabrik yang harus dibayar oleh
pihak swasta. Padahal, pihak swasta juga ingin mendapat keuntungan yang besar.
Untuk itu, para buruh diibayar dengan gaji yang sangat rendah, tanpa jaminan
kesehatan yang memadai, jatah makan yang kurang, dan tidak lagi mempunyai tanah
karena sudah disewakan untuk membayar hutang. Disamping itu, para pekerja
perkebunan diikat dengan sistem kontrak, sehingga mereka tidak dapat melepaskan
diri. Mereka harus mau menerima semua yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Mereka tidak berani melarikan diri walaupun menerima perlakuan yang tidak baik,
karena mereka akan kena hukuman dari pengusaha jika tertangkap. Pihak pengusaha
memang mempunyai peraturan yang disebut Poenale Sanctie (peraturan yang menetapkan
pemberian sanksi hukuman bagi para buruh yang melarikan diri dan tertangkap
kembali). Keadaan yang demikian ini menyebabkan tingkat kesejahteraan rakyat
semakin merosot sehingga rakyat semakin menderita (Suwanto, dkk., 1997 :
29-30).
Jadi,
pada masa tanam paksa rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda, sedangkan
pada masa politik pintu terbuka rakyat diperas baik pengusaha swasta maupun
oleh pemerintah. Walaupun pemerintah melakukannya secara tidak langsung.
Kekuatan liberal mendesak pemerintahan kolonial melindungi modal swasta dalam
mendapatkan tanah, buruh, dan kesempatan menjalankan usaha atau perkebunan.
Negara menjadi pelayan modal lewat dukungan infrastruktur dan birokrasi, dengan
menelantarkan pelayanan masyarakat. Dengan demikian politik kolonial liberal
yang semula menghendaki liberalisasi tanah jajahan lalu berkembang menjadi
bagaimana mengatur tanah jajahan untuk memperoleh uang (Wiharyanto, 2006 :128).
Masuknya
politik liberal yang disebabkan oleh gelombang liberalisme Eropa pada 1840-an,
kekuatan liberal Belanda, didukung pemilik modal dan kelas menengah, meraih
kekuasaan di negeri sendiri, lalu mengontrol perekonomian Hindia Belanda. Kekuatan
liberal mendesak pemerintahan kolonial melindungi modal swasta dalam
mendapatkan tanah, buruh, dan kesempatan menjalankan usaha atau perkebunan.
Negara menjadi pelayan modal lewat dukungan infrastruktur dan birokrasi, dengan
menelantarkan pelayanan masyarakat (Latif, 2007). Kaum liberal memandang Hindia
Belanda sebagai ladang pihak swasta sehingga dapat menimbulkan akibat-akibat,
diantaranya : 1). Timbulnya urbanisasi. Hal ini dapat terjadi karena rakyat
yang sudah tidak mempunyai tanah, pergi ke kota untuk mencari kehidupan dengan
bekerja pada pabrik-pabrik yang telah didirikan oleh pihak swasta maupun
pemerintah. 2). Penduduk kota semakin bertambah padat. 3). Timbulnya kaum
buruh. 4). Rakyat pedesaan mulai mengenal uang. 5). Barang kerajinan rakyat
terdesak oleh barang impor. 6). Tanah perkebunan semakin luas
(Suwanto,dkk,1997:30).
Bagi
bangsa Indonesia, liberalisme merupakan ideologi yang dapat mengancam
kelangsungan kebangsaan Indonesia karena secara material, di dalamnya
terkandung nilai-nilai sosial-politik yang tidak sesuai dan bertentangan dengan
sikap politik bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita, berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945. Gerakan globalisasi dengan ideologi liberalismenya
secara material adalah upaya sistematis taktis dari negara Barat yang diarahkan
untuk meruntuhkan kesepakatan politik bangsa Indonesia dalam memandang hakikat
nation state. Menurut Soedjendro (2006) nilai-nilai sosial-politik ideologi
liberalisme yang bersifat ekstrem dan bertentangan dengan ideologi Pancasila
tersebut adalah: Pertama, ideologi liberalisme menawarkan prinsip kebebasan
individual secara mutlak, tidak berpijak pada nilai-nilai moral, kesusilaan,
dan keadilan sosial. Kedua, ideologi liberalisme menghendaki adanya sistem
pengelolaan perekonomian secara bebas dan tidak menghendaki adanya keterlibatan
negara (pemerintah) dalam menciptakan kesejahteraan sosial-ekonomi rakyat.
Ketiga, ideologi liberalisme menganut sistem nilai demokrasi yang menggunakan
ukuran pembenaran berdasarkan kebutuhan diktator mayoritas, sehingga untuk
mencapainya cukup dengan ukuran 50% ditambah 1 selesai. Namun demokrasi yang
dicita-citakan ideologi Pancasila tidak bisa atau tidak cukup dengan hanya 50%
ditambah 1 tetapi harus melalui musyawarah untuk merumuskan sebuah keputusan
dalam perspektif kepentingan bersama yang berkeadilan.
Walaupun
masa Hindia Belanda diawali dengan harapan - harapan besar mengenai keunggulan
sistem liberal dalam meningkatkan perkembangan ekonomi kolonial sehingga
menguntungkan kesejahteraan rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada
akhir abad ke-19 sudah nyata bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami
tingkat kemakmuran yang lebih baik daripada masa yang lampau (Poesponegoro dan
Notosusanto, 1993 : 124).
Penutup
Liberalisme
adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat,
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan
persamaan hak adalah nilai politik. Liberalisme politik menjadi sebuah
ideologi yang besar yang berpandangan
dan sangat menghargai kebebasan individu, dalam hal ini setiap individu
memeliki sebuah hak dan kebebasan dalam kehidupannya dimana kebebasan itu telah
dimiliki setiap individu sejak dari lahir Liberalisme masuk secara paksa ke
Indonesia melalui proses Penjajahan, khususnya oleh pemerintahan Hindia
belanda.
Sistem
ekonomi kolonial antara tahun-tahun 1870 hingga 1900 disebut sistem
liberalisme. Pada masa itu, modal swasta diberi peluang untuk mengusahakan
kegiatan di Indonesia khususnya di perkebunan-perkebunan besar. Masuknya
politik liberal yang disebabkan oleh gelombang liberalisme Eropa pada 1840-an,
kekuatan liberal Belanda, didukung pemilik modal dan kelas menengah, meraih
kekuasaan di negeri sendiri, lalu mengontrol perekonomian Hindia Belanda. Walaupun masa Hindia Belanda diawali
dengan harapan - harapan besar mengenai keunggulan sistem liberal dalam
meningkatkan perkembangan ekonomi kolonial sehingga menguntungkan kesejahteraan
rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada akhir abad ke-19 sudah nyata
bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami tingkat kemakmuran yang lebih
baik daripada masa yang lampau.
Bagi
bangsa Indonesia, liberalisme merupakan ideologi yang dapat mengancam
kelangsungan kebangsaan Indonesia karena secara material, di dalamnya
terkandung nilai-nilai sosial-politik yang tidak sesuai dan bertentangan dengan
sikap politik bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita, berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945.
Rujukan
Buku:
Broek, J.O.M. 1942. The
Economic Development of the Nedherlands-Indie. New
York.
Cahyono.
1983/1984. Pengantar Ilmu Politik. Malang: IKIP Malang.
Djoened, Marwati Poesponegoro, Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional
Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di
Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka
Djoened, Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah
nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia
Belanda. Jakarta: Balai Pustaka.
Ebyhara, A. 2010. Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hamdi. 2013. liberalisme di indonesia masa kolonial belanda.
Kartodirjo, S. 2010. Sejarah Nasional Indonesia: Kemunculan
Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Latif, Yudi. 2007. Dialektika
Islam: Sekularisasi dan Islamisasi di Indonesia.
Yogyakarta: Jalasutra.
Suwanto, dkk. 1997. Sejarah Nasional dan Umum. Semarang :
Aneka Ilmu.
Wiharyanto, Kadit. 2006. Sejarah Indonesia Madya Abad XVI-XIX.
Universitas
Yogyakarta: Sanata Dharma.
Internet:
Ayok. 2008. Akar
Sejarah Pemikiran Liberal (Online). http://ayok.wordpress.com/2008/07/18/akar-sejarah-pemikiran-liberal/.
Diakses 28 Februari 2014.
Hart,
M. Tanpa Tahun. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah
(Online). http://media.isnet.org/iptek/100/Voltaire.html. Diakses 28 Februari
2014.
http://www.sibarasok.com/2013/10/kebijakan-masa-penjajahan-belanda-ii-
di.html. (Online). Diakses tanggal 2 Maret 2014
Soedjendro, Kartini. 2006. Kebangsaan
Dalam Arus Liberalisme. Suara Merdeka.
http://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme
(Online). Diakses tanggal 1 Maret 2014.
pemerintah Indonesia kan juga pernah menerapkan paham ini dlam pemerintahannya. bagaimana dampak liberalisme sendiri bagi pemerintahan Indonesia?
BalasHapuskalau dampak liberalisme di Indonesia salah satunya kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, bukinya adanya pasar bebas di Indonesia. pada 2015 dengan kesepakatan negara-negara di asean pasar bebas mulai berlaku.
Hapusmaksud anda pada masa demokrasi liberal?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmelihat dari fenomena saat ini, apakah indonesia menerapkan sistem liberal?
BalasHapusdalam hal apa ekonomi atau politik yang anda tanyakan ?
Hapuskalau bisa anada jawab semua, saya serahkan sama saudara penyaji
Hapusainul: kalau anda mau tanya, sesuaikan dengan konteks pembahasan.
BalasHapusmaaf saudara penyaji, saya tidak membaca judul secara lengkap
Hapusmila: yang anda tanyakan pada masa apa? masa kolonial ato demokrasi liberal? kalau pada masa kolonial seperti yg sudah dijelaskan sdr Umar. klo pd msa demokrasi leberal, hal yang terjadi pada para elit politik misalnya yg sibuk dengan kursi kekuasaan, sedangkan rakyat mengalami kesulitan karena adanya berbagai gangguan keamanan dan beratnya perekonomian yg menimbulkan labilnya sosial-ekonomi. sedangkan dalam bidang sosial, parpol menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa (ormas), khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955
BalasHapusainul: ya mangkanya anda baca secara lengkap, kalau pertanyaan anda tidak sesuai konteks pembahasan itu yang bukan membahas pokok materi namannya. soalnya sangat berbeda pertanyaan yg anda ajukan dengan materi pembahasan
BalasHapusbagaimna akhir dari liberalisme di indonesia pada masa kolonial tersebut? lalu adakah dampak positif dari penerapan leberalisme pada masa kolonial tersebut?
BalasHapussdr intan yang cantik: dampak akhir dari liberalisme di Indonesia sendiri pada masa kolonial telah membawa kerugian bgi masy Indonesia. tujuan yg dirumuskan untuk mensejahterahkan, namun pada kenyataannya hanya menguntungkan perusahaan2 besar dan memberi konsesi pada kaum pemodal. perkembangan perdagangan, perkapalan, dan perusahaan terutama memberi keuntungan pada kaum borjuis.
BalasHapusdampak positifnya
bagi belanda dan kaum pemodal: tentu menguntungkan perusahaan besar dan pemodal, selanjutnya dari golongaan liberal ini telah mendukung politik kapitalistis dan imperialistis yg bertujuan memperluas daerah dengan kemiliterannyatanpa memperhatikan kaum pribumi
bagi Indonesia: sepert yg diutarakan oleh D.Fock bahwa akan membentangkan rencana perubahan utk menciptakan kesejahteraan pribumi, diusahakan keamanan, perlindungan milik, meringankan beban pajak, perbaikan pertanian, serta mulai didengungkan masalah edukasi,irigasi dan emigrasi tidak untuk kaum modal barat tapi untuk kaum pribumi (meskipun kenyataannya hanya sedikit yg terlaksana)
Saudara Putra:
HapusDi sini Saudara mengatakan bahwa rencana perubahan untuk menciptakan kesejahteraan pribumi pada kenyataannya hanya sedikit yang terlaksana, apakah penyebab tidak meratanya pelaksanaan ini dan bagaimana sebenarnya liberalisme ikut andil dalam hal ini? adakah pokok lainnya yang menempatkan liberalisme bukan hanya dalam masalah perekonomian, tetapi misalnya juga dalam hal politik di Indonesia hingga paham ini berkembang di Indonesia?
penebab tdk meratanya, karena hal itu hanya sebagai embel2 saja dari kaum koloni untuk melaksanakan poliik etis. anda tntunya jg tau bahwa kaum pribumi mmang disekolahkan, tp pda akhirnya mreka dsruh bkerja d prsahaannya.
Hapusliberalis ini nantinya kembali kepada kapitalis yang menguntungkan pihak mereka. sebab itulah apa yang d utarakan D.Fock terjadi ketidakmerataa.
bagaimana dampak liberalisme belanda yang diterapkan di indonesia dulu terhadap bangsa indonesia yang saat ini??? terimakasih...
BalasHapusUntuk mas Wahyono, menurut saya, terdapat dampak dalam liberalisme yang pernah diterapkan pada masa kolonial belanda terhadap indonesia saat ini. Yaitu Indonesia kini lebih cenderung melakukan praktek ekonomi liberal. Hal ini dikarenakan warisan dari masa pemerintahan kolonial belanda. walaupun sempat terhenti pada masa pemerinthan Soekarno (krn Soekarno orang sosialis), tapi praktik ekonomi liberal di Indonesia terlihat lagi (walau secara samar2) pada masa pemerintahan Soeharto. Dan berlangsung hingga sekarang. Ini bisa dilihat dari banyaknya perusahaan asing yang masuk dalam sektor ekonomi Indonesia.
HapusDiskusi ditutup. Terima Kasih
BalasHapus