IMPLEMENTASI
PERKEMBANGAN IDEOLOGI MARHAENISME DI INDONESIA TAHUN 1927 – 1961
Oleh:
Cerelya Farah Madha(120731435940)
Debby Ananto Wahyu P (120731435930)
Decky Andika P (120731435935)
M. Nur Hidayat(120731435956)
Saikhotun Ni’mah (120731400273)
(Pendidikan Sejarah/B)
Abstrak:Dalam
berdirinya sebuah bangsa pastilah dilatar belakangi oleh sebuah ideologi yang
mencerminkan jiwa dari bangsa tersebut. Pada abad 19 munculah ideologi
marhaenisme yang dicetus oleh Bung Karno, sebagai penggagas awal ideologi
tersebut. Marhaenisme merupakan ideologi marxisme yang telah disesuaikan dengan
keadaan masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah petani. Perjuagan untuk
membebaskan dari penjajahan dan mendirikan negara yang merdeka dengan ideologi
marhaenisme ini diadaptasi oleh partai PNI dan Partindo sebagai organisai yang
berhaluan sosio-demokrasi, dan sosio-nasionalis.
Kata
Kunci: Ideologi, Marhaenisme
Banyak pendapat yang
mengemukakan tentang pengertian idiologi. Secara umum ideologi berarti kumpulan
ide atau gagasan, pemahaman-pemahaman, pendapat-pendapat, atau
pengalaman-pengalaman. Banyak sakali macam dari idiologi yang ada di dunia.
Salah satu idiologi yang di kemukakan oleh Ir. Soekarno adalah Marhaenisme. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Marhaenisme adalah paham yg
bertujuan memperjuangkan nasib kaum kecil untuk mendapatkan kebahagiaan hidup:
ideologi politik yg tumbuh dan berkembang di Indonesia berdasarkan keadaan dan
keinginan masyarakat Indonesia dng asas sosionasional, sosiodemokrasi, gotong
royong, kebangsaan, kemerdekaan beragama, dan kerakyatan. Yang artinya
Marhaenisme adalah idiologi yang ada di Indonesia yang mementingkan nasib dari
kaum keci untuk mendapatkan kebahagiaan hidup yang berasaskan sosionasionalis,
sosiodemokrasi, gotong royong, kebangsaan, kemerdekaan beragama, dan
kerakyatan.
Dr. Soekarno (6 Juni
1901 – 21 Juni 1970) merupakan tokoh intelektual Indonesia, yang sepanjang
hidupnya selalu berusaha merealisasikan obsesinya untuk mewujudkan sebuah
negara Indonesia yang bercirikan sosialis. Sedari muda, Soekarno sudah aktif
dalam kegiatan-kegiatan yang berbau politik, dimulai dengan membuat kelompok
studi hingga mendirikan partai politik. (Wibowo, 2005 : 11)
Marhaenisme berawal dari pertemuan
Bung karno dengan seorang petani Gurem yang bernama Marhaen. Pertemuan Soekarno
dengan Marhaen merupakan pertemuan penting yang menimbulkan munculnya paham
Marhaen. Dalam paham Marhaenisme ini Seokarno lebih mementingkan kepentingan
kaum Marhaen atau kepentingan rakyat kecil. Perjuangan Marhaenisme adalah
perjuangan mewujudkan sosio-nasionalisme dan sosio-demokratisi menuju
kesejahteraan seluruh bangsa
Perkembangan
Awal Marhaenisme
Kolonialisme
yang cukup lama dilakukan oleh bangsa barat kepada Indonesia menyebabkan
terjadinya banyak kejadian yang melahirkan beberapa metode perjuangan.
Marhaenisme merupakan salah satu dari kondes perjuangan tersebut. Keberadaan
paham politik yang bernama Marhaenisme tak lepas dari sang pencetusnya yakni,
Ir.Soekarno. Dengan sikapnya yang tegas terhadap pemerintah Kolonial Belanda
maka, akan membedakannya dengan tokoh pergerakan nasional lainnya. Para
pemimpin pergerakan nasional memiliki konsep perjuangan sendiri- sendiri, mulai
dari yang berkonsep keagamaan, kedaerahan, komunisme dan nasionalisme.
Sedangkan Ir.Soekarno lebih memilih ideologi politik yang disebut
Sosionasionalisme. “Dalam tulisannya di Surat Kabar “Fikiran Ra’jat” tahun
1932, Soekarno telah mengintroduksikan teori sosio nasionalismenya yaitu bahwa
sosio nasionalisme itu adalah nasionalisme masyarakat yang timbul dari keadaan-
keadaan yang nyata di dalam masyarakat”. ( Wibowo Sigit Yulianto. 2005;12).
Pernyataan
di atas memberikan suatu kesimpulan bahwa Marhaenisme ini adalah suatu paham
politik yang didapatkan Soekarno dari aspirasi masyarakat yang pada saat itu
mengalami penindasan yang seharusnya tidak mereka dapatkan. Sedangkan asal usul
nama Marhaenisme sendiri berasal dari nama seorang petani bernama Marhaen yang
pernah ditemuinya di daerah Cigerelereng Bandung Selatan. Marhaen ini
berprofesi sebagai seorang petani yang selalu mengalami penindasan oleh
Kolonialisme Belanda. Marhaen merupakan wujud dari masyarakat Indnesia yang menderita
akibat penjajahan Belanda. Hal tersebut memberikan inspirasi kepada Soekarno
atas situasi dan kondisi Indonesia di bawah kekuasaan Kolonialisme Belanda.
Sebelum memunculkan ideologi politik Marhaenisme tentunya Soekarno sudah
mempelajari tentang Marxisme yang juga merupakan dasar pemikiran dari
terbentuknya Marhaenisme. Soekarno menggunakan ideologi marxisme dalam berbagai
pendekatan untuk membantunya dalam menganalisis situasi dan kondisi masyarakat
Indonesia yang mengalami penjajahan Belanda serta mancari solusi, strategi
mencapai kemerdekaan Indonesia.
Dalam
menghadapi Belanda, Soekarno menggabungkan tiga ideologi yang berkembang pada
saat itu: Islam, Nasionalisme dan Komunisme yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Nasakom. Tiga ideologi tersebut sangat memdominasi hampir semua
pemikirannya. “ Dengan menengok revolusi Bolshevik 1917 di Rusia, yang
menghantarkann kemenganan kaum Bolshevikdi bawah pimpinan Vladimir Illich
Lenin, telah mengilhami Soekarno bahwa persatuan rakyat terutama rakyat melarat
merupakan senjata paling ampuh untuk melawan segala macam regim yang menindas
hak- hak rakyat. Termasuk pula di sini adalah regim kolonialisme dan
imperialisme Belanda (Soekarno, 1964; 249).
Keberadaam
Marxisme sebagai salah satu ideologi sangat berperan dalam terbetuknya
Marhaenisme. Terutama setelah masuknya komunisme yang dibawa oleh Sneevliet yakni seorang Belanda yang
dulunya sebagai pemimpin organisasi buruh angkutan dan anggota Social Democratische Arbeinders Partij (SDAP) ke
Indonesia. “ Pada abad 19 akhir dan memasuki abad 20 memang terjadi suatu
perubahan radikal dalam tatanan ideologi politik dunia yang banyak diwarnai
dengan menonjolnya kekuatan ideologi komunis. Di Indonesia sendiri (dulu masih
Hindia Belanda ajaran komunisme mulai masuk sekitar tahuun 1913, menjelang
pecah Perang Dunia I, yang dibawa oleh H.J.F.M Sneevliet” (Wibowo Sigit
Yulianto, 2005;16). Setelah sampai di Indonesia, ia adalah seorang anggota staf
redaksi warta perdagangan milik para sindikat perusahaan gula di Jawa Timur
yang bernama Soerabajasche Hendelsblad.
Setelah itu ia bekerja di Semarang sebagai sekretaris pada Semarangsche Hendels Vereninging, dan pada saat yang bersamaan
sudah terbentuk organisasi buruh kereta api atau Vereninging van Spoor en Tramsweg Personel (VTSP).
Sneevliet
menjadi tokoh yang berpengaruh pada organisasi VTSP, dan membawa VTSP ke arah
yang radikal untuk menyebarkan ajaran marxismenya. Kemudian Sneevliet
mendirikann organisasi komunis pertama di Asia Tenggara yang bernama Indische Social Democratische Vereninging
(ISDV). Dengan melakukan pemberontakan kepada pemerintah Belanda menjadikan
Sneevliet semakin dikenal di Indoensia terutama orang pribumi. Ajaran ini
semakin tersebar dan akhirnya berpengaruh pada organisasi Sarikat Islam yang
selanjutnya pecah menjadi dua pada tahun 1917 menjadi Sarikat Islam Merah dan
Sarekat Islam Putih. Sejak saat itulah banyak lahir organisasi yang memilih
Marxisme sebagai ideologi mereka. Pada tanggal 4 Juli 1927 Soekarno mendirikan
Partai Nasional Indonesia yang bertujuan untuk kemerdekaan Indonesia. “ Karena
PNI diduga melakukan pemberontakan pada awal tahun 1930, maka pada tanggal 24
Desember 1929 Soekarno, Soepradinata, Gatot Mangkupradja dan Maskun ditahan
oleh pemerintah Belanda. Soekarno dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, namun
karena mendapat keringanan pada bulan Desember 1931 ia sudah dibebaskan”(
Susanto Tirtoprodjo, 1984;60).
PNI
mengalami perpecahan akibat adanya perbedaan politik antar pemimpinnya yang
kemudian menjadikan PNI menjadi dua partai yakni, Partindo yang didirikan oleh
Mr.Sartono kemudian diserahkan kepada Soekarno dan PNI Baru yang dipelopori
oleh Sutan Syahrir. Pada masa Partido inilah Marhaenisme mendapat tempat. Dimana
dalam suatu konferensinya tahun 1933 di kota Mataram, Partindo telah mengambil
keputusan tentang marhaen dan marhaenisme.
Bagaimana Penerapan Ideologi Marhaenis dalam PNI dan
Partindo
Marhaenisme
merupakan ideologi yang diciptakan Soekarno dengan tujuan untuk menamakant
rakyat yang sengsara bahkan miskin. Orang yang dapat disebut marhaenis yang
kita tahu adalah orang yang memiliki sesuatau yang dapat menghasilkan atau
menghidupi keluarganya, namun yang menjadi sumber pendapatan tersebut tidak
menjadi milikya sendiri atau bahkan bukan miliknya sendiri. Sehingga adapat
dianalogikan seorang petani yang memiliki lahan atau sawah yang kecil, namun
petani tersebut tidak menjadi pemilik tanah sawah tersebut seutuhnya karena
sebagian dari sawah tersebut telah manjadi milik orang karena hutang atau
petani tersebut tidak memilikinya tanah seutuhnya. Dengan hasil pertanian yang
cuma cukup untuk menghidupi keluarganya atau bahkan kurang namun karena
kebutuhan petani tidak hanya untuk pertanian sebagai keperluan sekunder
(ekstern) sebagai pemenuhan kebutuhan hidup atau makan keluarga dari hasil
pertanian sehingga menjadi kebutuhan primer (intern). Sehingga peran dari sawah
dan hasil dari sawah tersebutlah menjadi penting bagi petani “marhaen”.
Jika
dikaitkan dengan ideologi Marhaenis aplikasinya tampak samar-sama, atau kabur.
Karena ada dasarnya menurut Ruslan Abdulgani, bahwa Soekarno sering
mengidentifikasikan marhaenisme sebagai marxisme yang disesuaikan dengan
kondisi Indonesia. sehingga mendapatkan penafsiran bahwa marhaenisme merupakan
ideologi turunan dari marxisme yang kemudian di bawa ke Indonesia dan mengalami
transformasi sesuai dengan kondisi Indonesia pada saat itu. Tetapi lebih kepada
bahwa ada perbedaan yang tipis antara keduanya, sehingga adanya perbedaan
walaupun mungkin terinspirasi dengan marxis.
Jika dilihat dari versi munculnya
ideologi marhaenisme ada dua yang selama ini mungkin kita dengar atau baca dari
buku, yaitu untuk yang pertama adalah bertemunya dengan seorang petani di
sebuah desa di pelosok Jawa Barat yang memiliki nama Marhaen, dengan kehidupan
yang sengsara dan tidak sejahtera dengan apa yang telah dihasilkan dari
pertaniannya. Untuk versi selanjutnya bahwa Marhaenisme merupakan implementasi
dari ideologi Marx, Hegel, dan Engels, yang kemudian karena berhaluan sosialis
itu cocok dengan keadan masyarakat Indonesia maka disesuaikan dengan kondisi
Indonesia.
Pengaruh
dari ideologi marhaenis ini sangatlah tampak pada partai politik yang diketuai
oleh Soekarno sendiri, yaitu PNI. Terbentknya PNI oleh sebab menampung dan
menyalurkan hasrat dan inspirasi rakyat karena kolonialisme Belanda yang kian
merenggut kemerdekaan masyarakat pribumi. Dengan adanya keinginan untuk
membebaskan masyarakat dari belenggu penjajahan maka terbentuknya PNI dengan
ideologi “Nasakom”
PNI
melakukan diskusi bersama angota-anggota, mengenai fenomena sosial yang ada
menjadi bahan perbincangan yang menjadi topik dengan mencari pemecahan dari
masalah yang didiskusikan. Sehingga dari peran PNI yang mensosial mendapat
apresiasi positif dari masyarakat sehingga mendapatkan posisi dan pengarauh
baik pula. Sukses yang dicapai ini dalam waktu yang singkat juga berkat
filsafat PNI yaitu marhaenisme (Poesponegoro, 2008: 370).
Dampak
positif yang dibawa oleh PNI merupakan sebuah gagasan awal dari sebuah ideologi
yang diterapkan dalam tubuh PNI yang beraliran nasionalis, islamisme, dan
marxis, dimana marxisme yang di identikkan dengan marhaenis yang menjadi pusat
pengerak dari PNI. Tetapi pengerak bukan dalam artian bahwa anggota dari PNI
adalan kaum marhaen tetapi, menjadi nyawa atau berjuang untuk kaum yang tidak
berdaya. Namun mendapat habatan ketika pemerintah Hindia Belanda mencurigai
bahwa PNI akan melakukan pemberontakan sehingga dilakukan penagkapan terhadap
para petinggi partai PNI yang didalamnya ada Soekarno sebagai ketua partai
tersebut.
Sehigga
PNI pecah menjadi dua yaitu Partindo dan PNI Baru, partindo melanjutkan
perjuangan dengan ideologi marhaenisme yang kemudian mendapatkan apresiasi
positif. di Dalam buku Soekarno yang kemudian dikutip oleh Wibowo, bahwa
diadakannya konfrensi pada tahun 1933 di kota Mataram, tentang keputusan
Partindo mengilhami marhaen dan marhaenisme sebagai menyimpulkan bahwa, tujuan
marhaenisme yaitu untuk meperjuangkan kaum proletar dan kaum yang melarat,
serta marhaen merupakan sebutan bagi kaum proletar dan rakyat yang melarat.
Serta marhainisme memiliki tujuan untuk membentuk susunan masyarakat dan negeri
dengan perjuangan yang revolusioner. Serta menghendaki penghapusan kapitalis
dan imperialis.
Memperjuangkan
kaum melarat merupakan hal yang sangat mulia, sehingga pokok dari partai
politik yang bebasis nasionalis sangatlah paham dengan kesengsaraan rakyat yang
terzolimi baik secara fisik maupun non fisik. Sehingga wajar pula jika
marhaenis menjadi ideology yang dapat diterima oleh masyarakat karena azaz yang
memperjuangkan rakyat kecil dan kaum proletar. Serta disamping itu dalam PNI
sendiri memppunyai tujuan untuk mendirikan sebuah negara yang merdeka, sehingga
tujuan untuk mensejahterakan mayarakat dapat tercapai. Menurut Marx dan Engels,
negara merupakan tak lain bukan hanya mesin yang dipakai oleh satu kelas untuk
menindas kelas lain (Budiarjo, 2001: 86).
Hal
tersebut dapat dipahami, bahwa penguasa merupakan seorang yang menguasai baik
wilayah dalam hal ini negara dan orang atau rakyat. Terjadinya ketimpangan
antara aplikasi dari pemimpin barat (Eropa) dan Asia Barat yang khususnya
Indonesia. Keadaan dan situasi sosial dan politik antara kedua benua pastilah
berbeda. Dimana untuk kawasan wilayah Eropa peimpin khususnya untuk dari kaum
proletar yang semula dari kelas tengan yang kemudian menjadi pemimpin,
mempunyai ambisi untuk menguasai wajar jika pendapat Engels seperti itu. Namun
jika berbalik dengan kondisi Indonesia yang masih dalam penjajahan, rupanya
tujuan utama yaitu mendirikan negara yang merdeka dengan mayoritas rakyat kaum
agrarian. Sehingga penguasaan tidaklah menjadi hal yang sangat penting.
Presiden yaitu Soekarno memperjuangkan kaum yang disebutnya “marhaen”.
Lepas setelah berdirinya sebuah
begara yang bernama Indonesia, organisasi yang bernafaskan nasionalis
bermunculan. Organisasi yang berhaluan nasionalis yang menjadikan marhaenisme
sebagai ideologi diantaranya ialah Gerakan Mahasiswa Marhaenis (GMM) berpusat
di Jogjakarta, Gerakan Mahasiswa Merdeka (GMM) berpusat di Surabaya, dan Gerakan
Mahasiswa Demokrat Indonesia berpusat di Jakarta. Namun organisasi tersebut
fusi menjadi satu dengan nama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Organisasi
ini adalah sebuah gerakan mahasiswa yang berlandaskan ajaran Marhaenisme, yang
berdiri pada tanggal 22 Maret 1954. GMNI menjadi sayap politik bagi PNI karena
peran dari organisasi ini yang dianggap sebagai masa intelektual yang memiliki
peran dan fungsi yang lebih dari pada rakyat biasah. Sehingga secara tidak
langsung organisasi ini menjadi kaki tangan yang mempunyai nilai plus dengan
ideologi yang sama.
Pengaruh Marhaenisme
Marhaenisme
yang merupakan suatu teori tentang kemasyarakatan dan kenegaraan yang dilahirkan
oleh Soekarno tidak lepas dari adanya pengaruh Marxisme. Sebagai pengikut
Marxis, sudah sewajarnya jika tingkah laku dan ajaran Soekarno banyak
mendapatkan inspirasi dan bercirikan Marxis. Marhaenisme Soekarno kemudian
berpengaruh dan memberikan dampak kedalam partai-partai politik kebangsaan yang
berasakan Marhaenisme. Partai-partai tersebut yakni Partai Nasional Indonesia
(PNI), Partai Kedaulatan Rakyat dan Partai Indonesia (Partindo).
1. Partai
Nasional Indonesia (PNI)
“Dasar PNI, ialah sosio-nasionalisme
dan sosio-demokrasi atau dengan kata lain Marhaenisme” (Dekker Nyoman,1993;42).
Partai Nasional Indonesia dalam anggaran dasarnya didalam pasal 2 menyatakan
bahwa asas Partai Nasional Indonesia ialah sosio-nasional-demokrasi
(Marhaenisme). Didalam keterangan asas tersebut dijelaskan bahwa :
a) Partai
Nasional Indonesia adalah partai rakyat. Asas Partai Nasional Indonesia adalah
sosio-nasional-demokrasi (Marhaenisme).
b) Asas
sosio-nasional-demokrasi ialah gabungan dari asas-asas sosio-nasionalisme dan
sosio-demokrasi. Sosio-nasionalisme adalah nasionalisme yang berdasarkan
kemasyarakatan. Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang tumbuh karena adanya
persamaan nasib serta persamaan kepentingan untuk hidup bersama sebagai suatu
bangsa. Maka sosio-nasionalisme dalam hubungan internasional mengakui kewajiban
bangsa-bangsa untuk bekerja sama menyusun masyarakat bangsa-bangsa sedunia
bebas dari penjajahan dan penindasan baik secara ekonomi, politis dan
kebudayaan. Sedangkan sosio-demokrasi adalah demokrasi politik, ekonomi dan
sosial. Demokrasi politik mengakui hak yang sama bagi tiap warga negara untuk
ikut menentukan haluan dan susunan negara. Demokrasi ekonomi mengakui hak tiap
orang untuk hidup sama makmurnya dengan yang lain. Dan demokrasi sosial
mengakui hak tiap orang untuk mendapat penghargaan yang sama sebagai makhluk
sosial.
c) Sosio-nasional-demokrasi
menghendaki didalam politik perjuangan yang bercorak kebangsaan Indonesia dan
susunan pemerintahan yang berdasarkan kedaulatan rakyat.
d) Masyarakat
yang dikehendaki Partai Nasional Indonesia adalah masyarakat sosialistis, yaitu
masyarakat yang tidak menghendaki adanya hak milik pribadi atas alat-alat
produksi yang mengandung kesempatan menindan dan memeras orang lain.
e) Dalam
menjalankan paham demokrasi, Partai Nasional Indonesia menuju ke arah demokrasi
yang meliputi seluruh pergaulan hidup dan mewujudkan diri sebagai “partai
rakyat” yang berhaluan revolusioner.
f) Partai
Nasional Indonesia menentang kapitalisme karena kapitalisme menimbulkan sifat
memeras dan menindas orang lain, dan juga akan menimbulkan imperialisme yang
mengakibatkan penjajahan.
g) Partai
Nasional Indonesia juga meletakkan pusat perjuangannya di kalangan rakyat dan
bersama-sama rakyat marhaen. Rakyat marhaen ialah rakyat yang paling banyak dan
yang paling buruk nasibnya.
2. Partai
Kedaulatan Rakyat
Partai Kedaulatan
Rakyat pada mulanya adalah organisasi yang bersifat kedaerahan. Partai ini
lahir di Sulawesi dan berdiri pada tanggal 24 November 1946. Tujuan semula dari
partai ini adalah menuntut penjelmaan Sulawesi khususnya dan daerah-daerah lain
pada umumnya sebagai daerah yang tidak terpisah dari Negara Republik Indonesia
berdasarkan kedaulatan rakyat. Pengaruh Marxisme dalam partai ini terlihat dari
keterangan asasnya yakni,
·
Kedaulatan rakyat
marhaen menjadi dasar dari perjuangan kebangsaan menghendaki paham gotong
royong yaitu paham asasi dari kaum marhaen yang terdapat di Indonesia.
Perjuangan sedunia Marhaenisme menuju kepada terleburnya penjajahan dan
penindasan dalam segala hal.
·
Untuk mencapai
maksudnya, maka Kedaulatan Rakyat marhaen menuntut suatu pemerintahan
kerakyatan sebagai satu-satunya bentuk pemerintahan. Karena apabila hanya
rakyat marhaen yang merupakan rakyat terbanyak dan yang berdaulat, maka kita
akan mencapai suatu negara yang adil dan makmur.
·
Masyarkat gotong royong
yang dikehendaki Marhaenisme adalah masyarkat sosialis yang sesuai dengan jiwa
rakyat marhaen di Indonesia dan tidak bertentangan dengan sifat ketimuran kita.
3. Partai
Indonesia (Partindo)
Uraian
tentang Marhaenisme secara rinci dijelaskan oleh Partindo dalam sembilan tesis
Marhaenismenya, yang dihasilkan dari konferensi partai pada tahun 1933 di
Yogyakarta. Sembilan tesis tersebut di kemudian hari juga dijadikan pedoman
oleh Partindo yang didirikan pada akhir tahun 1950-an oleh pendirinya Asmara
Hadi. Sembilan tesis tersebut antara lain :
1. Marhaenisme,
yaitu sosio nasionalisme dan sosio demokrasi.
2. Marhaen,
yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum
melarat Indonesia yang lain- lain.
3. Partindo
memakai perkataan marhaen dan tidak proletar, oleh karena perkataan proletar
sudah termaktub dalam perkataan marhaen, dan oleh karena perkataan proletar itu
bisa juga diartikan bahwa kaum tani dan lain- lain kaum yang melarat tidak
termaktub di dalamnya.
4. Karena
Partindo berkeyakinan, bahwa di dalam perjuangan, kaum melarat Indonesia lain-
lain itu yang harus menjadi elemen- elemennya (bagian- bagiannya), maka
Partindo memakai perkataan marhaen itu.
5. Di
dalam perjuangan marhaen itu maka Partindo berkeyakinan, bahwa kaum proletar
mengambil bagian yang besar sekali.
6. Marhaenisme
adalah azaz- azaz yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang
didalam segala halnya menyelamatkan marhaen.
7. Marhaenisme
adalah pula cara perjuangan untuk mencapai susunan masyarakat dan susunan
negeri yang demikian itu, yang oleh karenanya, harus suatu cara perjuangan yang
revolusioner.
8. Jadi
Marhaenisme adalah: cara perjuagan dan azaz yang menghendaki hilangnya tiap-
tiap kapitalisme dan imperialisme...
9. Marhaenis
adalah tiap- tiap orang bangsa Indonesia yang menjalankan Marhanisme.
(Soekarno, 1964; 253).
Antara
sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi keduanya tidak dapat dipisahkan, artinya
perjuangan untuk melaksanakan Marhaenisme terjadi melalui dua fase. Fase
pertama yakni sosio-nasionalisme berlaku pada zaman penjajahan sedangkan fase
kedua yakni sosio-demokrasi berlaku pada zaman setelah Indonesia merdeka. Untuk
membangun masyarakat marhaen, Partindo menyadari fungsi dari Dewan Perwakilan
Rakyat dan Parlemen sebagai forum untuk memperjuangkan undang-undang dan
peraturan pemerintah yang menguntungkan kaum marhaen. Karena Partindo
berkeyakinan bahwa Marhaenisme adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia,
maka sebagai Marxisme diperlukan syarat mutlak bagi Marhaenisme yaitu adanya
perjuangan kelas.
Dari
ketiga partai yang berasaskan Marhaenisme tersebut dapat dilihat
persamaan-persamaan dalam merumuskan gambaran masyarakat marhaenis yang mereka
cita-citakan. Persamaan-persamaan tersebut antara lain yaitu :
1. Cita-cita
untuk membentuk masyarakat sosialis Indonesia yang meniadakan sistem
kapitalisme dan imperialisme.
2. Menolak
adanya hak milik pribadi atas alat-alat produksi yang vital supaya alat-alat
produksi yang vital tersebut dijadikan hak milik negara.
3. Keinginan
agar rakyat marhaen memegang kendali pemerintahan.
4. Mengusahakan
agar ciri-ciri masyarakat marhaenis adalah gotong royong yang artinya tiap
orang didalamnya dapat hidup sama makmur dengan yang lain.
5. Mengadakan
perjuangan nasional menentang kapitalisme dan imperialisme, perjuangan tersebut
merupakan perjuangan dunia rakyat marhaen agar masyarakat bangsa-bangsa di
dunia bebas dari penjajahan dan penindasan dalam segala hal.
Pada
garis besarnya, untuk mewujudkan tujuan politik marhaenisme, Soekarno telah
menentukan prasyarat-prasyarat utama yang harus dilalui rakyat Indonesia
terlebih dahulu. Pertama adanya kesadaran kelas dari rakyat Indonesia yang
tertindas, yaitu kelas progresif Indonesia yang direpresentasikan oleh sebutan
kaum marhaen. Kedua, kelas progresif Indonesia yang disebut kaum marhaen ini
haruslah bersifat radikal. Ketiga, tahap selanjutnya yang harus dilakukan oleh
kaum marhaen yang radikal ini adlah membuat kekuatan pemaksa yang bertujuan
untuk memaksa imperialisme Belanda agar mau menyerahkan kembali kekuasaan yang
dia ambil dari tangan-tangan rakyat Indonesia kepada rakyat Indonesia. Ini
semua disebabkan karena secara empiris, pihak penjajah tidak akan pernah mau
dengan suka rela menyerahkan kekuasaannya kepada pihak yang dijajah. Dan yang
keempat, itu semua harus dilakukan dengan praktek politik yang sifatnya
non-kooperatif, yang tidak mau bekerja sama dengan pihak imperialisme Belanda.
Sifat non-kooperasi inieksistensinya bukan sekedar sebagai pola perjuangan atau
taktik perjuangan saja, melainkan sudah menjadi prinsip dasar perjuangan yang
tidak dapat ditawar lagi (Wibowo, 2005:65).
Kesimpulan
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Marhaenisme adalah paham yg bertujuan memperjuangkan
nasib kaum kecil untuk mendapatkan kebahagiaan hidup: ideologi politik yg
tumbuh dan berkembang di Indonesia berdasarkan keadaan dan keinginan masyarakat
Indonesia dng asas sosionasional, sosiodemokrasi, gotong royong, kebangsaan,
kemerdekaan beragama, dan kerakyatan. Yang artinya Marhaenisme adalah idiologi
yang ada di Indonesia yang mementingkan nasib dari kaum keci untuk mendapatkan
kebahagiaan hidup yang berasaskan sosionasionalis, sosiodemokrasi, gotong
royong, kebangsaan, kemerdekaan beragama, dan kerakyatan.
Pengaruh dari Ideologi Marhaenisme
terdapat pada organisasi pergerakan nasional yaitu Partai Nasional Indonesia
(PNI), Partai Kedaulatan Rakyat, dan Partai Indonesia (Partindo). Ketiga partai
tersebut mengilhami bahwa ideoogi marhaenisme merupakan nafas dari langkah
organisasi tersebut yang tentu saja dengan hakikat untuk membela rakyat kecil
dan kaum proletar.
Dalam aplikasnya bahwa marhaenisme
lahir menjadi ideologi sosio-demokrasi dan sosio- nasionalisme dengan arah
untuk membentuk negara baru lepas dari belenggu penjajahan. Organisasi yang
berhaluan nasionalis yang menjadikan marhaenisme sebagai ideologi diantaranya Gerakan
Mahasiswa Marhaenis (GMM) berpusat di Jogjakarta, Gerakan Mahasiswa Merdeka
(GMM) berpusat di Surabaya, dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia berpusat
di Jakarta.
Daftar Rujukan
Adams, Cindy. 1984. Bung Karno Penyabung Lidah Rakyat.
Jakarta: Gunung Agung.
Abdulgani, Ruslan.
1957. Negara dan Dasar Negara.
Jakarta: Endang.
Budiardjo, Miriam.
2001. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Dekker Nyoman,1993. Sejarah Pergerakan Nasional indonesia.
Malang; Penerbit IKIP Malang.
Poesponegoro, M.D, dkk.
2008. Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman
Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka.
Soekarno, 1964. Di Bawah Bendera Revolusi I. Jakarta:
Panitia Penerbitan Buku Dibawah Bendera Revolusi.
Tirtoprodjo, Susanto,
1984. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia.
Jakarta: Pembangunan.
Wibowo, S.Y. 2005. Marhaenisme Ideologi Perjuangan Soekarno.
Yogyakarta: Buana Pustaka.