Jumat, 14 Maret 2014

Liberalisme



PERKEMBANGAN LIBERALISME DI INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA TAHUN 1870 – 1900

Oleh
Anis Sholihatin                       (120731400274)
Sundra Murti                           (120731435933)
Umar Sholihudin                     (120731435937)
Putra Pradana R.A.                 (120731435948)
Desinta Mega S.                      (120731435963)
Heny Nur Aisyah                    (120731435979)

(Sejarah Offering B 2012/FIS-UM/Sejarah IPTEKS/Maret 2014)

Abstrak: Liberalisme adalah sebuah paham ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada sebuah pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang paling utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir  bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya sebuah pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki adanya pertukaran gagasan yang bebas,ekonomi pasar yang mendukung usaha pribadi (private enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan menolak adanya pembatasan terhadap kepemilikan individu.

Kata Kunci: Liberalisme, pemerintah kolonial, perusahaan swasta, modal.

A.      Pendahuluan
Liberalisme  adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama (Wikipedia). Liberalisme sendiri tumbuh pada zaman kekuasaan Gereja yang pada waktu itu ilmu pengetahuan di dominasi oleh gereja yang berakibat rasional kalah dengan keputusan gereja. Namun hal ini masih belum berkembang pesat karena dominasi geraja pada waktu itu sangan kuat.
             Pada Reneisan terdapat pemikir-pemikir yang dimulai Rene Deskartes dengan tujujuan mengalakan dominasi gereja atas akal. Setelah kemunculan Rene Deskartes bermunculah pemikir-pemikir yang dengan tujuan sama denganya. Namun dari berbagai aliran pemikiran terdapat dua pemikiran yang paling menonjol yakni Rasionalisme dan empirisme, Gerakan ini juga dikenal sebagai Liberalisme. Ideologi Liberalisme tidak hanya berada di Eropa saja tetapi Ideologi ini juga masuk ke Indonesia.
Liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses Penjajahan, khususnya oleh pemerintahan Hindia belanda. Prinsip negara sekuler telah tertera dalam undang-undang Dasar Belanda tahun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap natral terhadap agama. Hal ini mengidikasikan bahwa Sekulerisme sebagai akar Liberalisme.
            Setelah kemerdekaan juga berkembang liberalisme di Indonesia dari politik sampai ekonomi. Liberaisasi ekonomi indonesia tertera pada UUD 1945 yang telah diamandemen dengan membuka penanaman modal bagi investor-investor asing yang kemudian di tuangkan dalam UU migas, UU kelistriakan dan lain-lain. Sedangkan liberalisme dalam politik pun pernah dipakai oleh Indonesia.

B.       Sejarah Lahirnya Liberalisme
Liberal berasal dari kata “liberty” yang artinya kebebasan. Liberal dapat diartikan sebagai suatu faham yang menghendaki akan adanya kebebasan individu baik dalam bidang politik, ekonomi maupun agama. Liberal ini berkembang sejak zaman reformasi gereja dan renaissans yang menandai berakhirnya abad pertengahan. Secara harfiah liberal berarti bebas dari batasan ini karena liberalisme menawarkan kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja (Adams. 2004:20 dalam Ayok. 2008). Liberal ini pertama dicetuskan oleh kaum Borjuis, Prancis. Pada abad ke-18 ini orang-orang Borjuis mengajak seluruh rakyat Prancis untuk menentang kekuasaan raja yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya juga pada kaum bangsawan dengan berbagai hak istimewanya guna mendapatkan kebebasan berpolitik, ekonomi, dan beragama. yang mana gerakan ini dipelopori oleh Voltarie, Montesquieu, dan J.J. Rousseau.
Pada saat itu agama Kristen mengalami penindasan di bawah imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero. Geereja pada saat itu mulai menjadi institusi dominan dengan disusunnya sistem kepausan. Paus dijadikan sebagai sumber kekusaan agama tertinggi dengan otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh kehidupan manusia, terutama dalam hal politik, sosial dan agama. Pada abad pertengahan ini juga ternyata penuh dengan penyimpanngan dan penindasan oleh kolaborasi gereja dan kaisar. Abad pertengahan ini mulai meredup dengan adanya Reformasi Gereja yang dicetuskan oleh Martin Luther.
Dalam sebuah negara telah kita ketahui bahwa tentunya menganut suatu faham dalam menjalankan pemerintahannya dan salah satu faham besar di dunia adalah liberalisme. Liberalisme politik menjadi sebuah ideologi  yang besar yang berpandangan dan sangat menghargai kebebasan individu, dalam hal ini setiap individu memeliki sebuah hak dan kebebasan dalam kehidupannya dimana kebebasan itu telah dimiliki setiap individu sejak dari lahir dan liberalisme mengutamakan hak individu dengan ketentuan tidak merugikan kebebasan individu lain. Dalam aliran liberal ini negara tidak memiliki kuasa dalam ikut campur dalam kebebasan individu. Seperti yang telah dijelaskan dalam buku Chepy Hari Cahyono dalam bukunya yang brjudul Pengantar Ilmu Politik  (1993/1994:99) mengatakan liberalisme memiliki pandangan bahwa libelarisme mempunyai wawasan tersendiri terhadap kebebasan warganegara. Ia mendukung hak setiap setiap orang untuk bertingkah laku dan berbuatsesuai dengan kehendaknya masing-masing sepanjang tidak mengganggu kebebasan orang lain. dalam banyak hal liberalisme mendasarkan diri pada pinsip bahwa setiap orang memiliki hak-hak tertentu untuk tidak dapat dilanggar oleh kekuasaan manapun. hak-hak yang dimiliki oleh setiap individu  telah dibawa sejak lahir, sedangkan fungsi negara dalam hal ini tidak lebih dari melindungi setiap individu  dalam melaksanakan hak-hak tersebut dan sama sekali tidak dibenarkan untuk ikut campur dalam pelaksanaan kak masing-masing individu. apabila negara ikut campur dalam pelaksanaan hak-hak tersebut, maka boleh dikatakan individu dan negara itu telah kehilangan makna kekuasaanya.
            Dalam ajaran libelarisme seperti apa yang telah dijelaskan menunjukan bahwa liberalisme sangat menghargai kebebasan individu dalam suatu negara tetapi mesih memperhatikan adanya baasan-batasan tertentu dari kebebasan itu sendiri. kebebasan ini dianggap sebagai kebebasan mutlak yang dimiliki oleh seseorang yang diberikan olehtuhan sejak individu dilahirkan di dunia dan kebebesan itu belum tentu dimiliki oleh individu lain sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Chepy Hari Cahyono dalam bukunya yang brjudul Pengantar Ilmu Politik. karena dengan menghargai kebebasan yang diberikan makan akan memberikan kesejahteraan bagi rakyat dalam suatu negara yang menanut ideologi liberalis ini. karena dengan adanya kebebasan yang diberikan maka setiap individu tidak akan mrasa tertekan adan dipaksaakan khendaknya hanya untuk kepentingan suatu negara saja, dan apa yang telah dilakukan oleh wargangara terhadap negaranya hanya atas dasar rasa takut dan tidak didasari dengan kesunggujhan hati. lain halnya jika wargara diberikan kebebasan maka ia dapa menggunakan haknya dal kehidupannya baik dalam keyakinan maupun dalam sebuah usaha dalam kehidupan khususnya dalam perekonomian. dengan begitu maka warganegara akan lebih mudah dalam melakukan segala sesuatunya dan dengan adanya itu maka terwujudlah kesejahteraan dalam sebuah negara tanpa meninggalakan ketentuan untuk tidak merugikan individu lain. jika ketentuan untuk tidak merugikan individu lain telah dijankan oleh masing-masing individu maka dapat dipastiakan setiap individu juga memiliki kesadaran pula untuk kepentingan suatu negara dan bisa membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus di hindari. Dalam hal ini memiliki artian bahwa setiap individu yang bisa diktakan sebagai warganegara dalam suatu negara mengetahui mana hak dan kewajibannya sebagai warga ngara. dengan bagitu antara kebebasan individu dan kewajiban negara akan berjalan berdampingan tanpa adanya perselisihan ataupun diskriminasa. Hal itu dikarenakan setiap individu juga memiliki kebebasan dalam menyampaikan haknya dan saling menghargai hak antara individu satu dengan yang lainnya, sehingga terwujudlah suatu negara sesuai dengan yang diinginkan dan menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya.  

C.      Pencetus Faham Liberalisme
a.    John Locke
Pada bidang politik John Locke adalah seorang pelopor gagasan liberal pada abad ke-18. Dia adalah pemikir pertama yang menggagas prinsip pembagian kekuasaan (Separation of Power) yang ditegaskan oleh Montesquieu. Locke melontarkan pandangan bahwa kekuasaan legislatif dan eksekutif harus dipisahkan jika ingin menghindari terjadinya kezaliman kekuasaan. John Locke menjadi terkenal karena dua karyanya tentang dua pemerintahan sipil, Two Treatises on Civil Goverment pada tahun 1690. John Locke menggangap bahwa keadaan manusia secara alamiah cenderung berada dalam kedamaian, kebajikan, saling melindungi, penuh kebebasan, tak ada rasa takut, dan diwarnai dengan kesetaraan. Manusia ketika lahir memiliki kebebasan dan hak asasi. Menurut Locke pengakuan hak asasi manusia (HAM) dn kekuasaan hukum adalah dua macam perjanjian masyarakat (Ebyhara, A. 2010:151-155).
b.   Voltarie
Voltarie adalah seorang tokoh liberalisme Prancis. Nama sebenarnya adalah Francois Marie Arouet. Ia lahir di Prancis pada tahun 1694. Atas pemmikirannya yang sangat revolusioner inilah yang menyebabkan ia harus di penjara. Setelah ia dibebaskan kemudian ia tinggal di Inggris. Di Inggris ia belajar bercakap dan menulis dalam bahasa Inggris, ia juga berkenalan dengan cendekiawan Inggris secara pribadi. Voltarie sangat terkean dengan ilmuan-ilmuan Inggris serta faham yang berpegang pada perlu adanya percobaan secara praktek dan bukan hanya berpegang pada teori. Selain itu sistem politik Inggris juga mempengaruhi pemikirannya. Demokrasi Inggris dan kebebasan yang ada di Inggris inilah yang memberi kesan kepada Voltarie bahwa kehidupan politik Inggris lebih baik dari pada di Prancis. Setelah Voltarie kembali ke Prancis, ia menuliskan sebuah buku yang berisi tentang sistem politik Inggris serta pikiran-pikiran John Locke dan pemikiran-pemikiran Inggris lainnya. Akibat penulisan buku ini ia diusir dari Paris. Setelah itu ia menjadi seorang penulis yang tulisannya melebihi 30.000 halaman. 
Voltarie adalah seorang yang sangat toleransi terhadap agama. Ia pernah mengabdikan dirinya ke dalam “jihad intelektual” melawan fanatisme agama. Kesemua surat-suratnya senantiasa ditutupnya dengan kalimat "Ecrasez l'infame" yang maknanya "Ganyang barang brengsek itu!" Yang dimaksud Voltaire "barang brengsek" adalah kejumudan dan fanatisme (Hart. M. Tanpa Tahun).Dalam karya tulis Voltarie sangat banyak, salah satu pendirian Voltarie adalah terjamin kebebasan berbicara dan kebebasan pers.
c.    Jean-Jacques Rousseau
J.J Rousseau lahir di Jenewa, Swiss. J.J Rousseau adalah seorang filosof, penulis ia menghasilkan gagasan tentang berbagai bidang. dan komposer pada abad pencerahan. Pemikiran filosufnya mempengaruhi Revolusi Prancis. Rousseau mulai terkenal pada tahun 1749 ketika karyanya “Discourse on the Arts and Sciience”, memenangkan penghargaan yang diberikan oleh Akademi Dijon untuk esai terbaik yang bertajuk apakah kebangkitan ilmu ikut andil dalam memperbaiki perilaku. Karya-karyanya J.J Rousseau mengandung ambiguitas dan tidak konsisten menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda di kalangan pembaca dan pemerhati gagasan-gagasannya. Kadang ia tampak sebagai seorang yang mendukung kebebasan individu, kadang dalam tulisan lain juga tampil sebagai pendukung absolutisme negara. akan tetapi Rousseau tampaknya lebih banyak dikenang dan memiliki pemikiran yang lebih berpengaruh dibandingkan Montes Quieu. mungkin karena ia sangat menjunjung tinggi kebebaan sipil dan terlalu kencang dalam memberikan uraian tentang kebebasan (Ebyhara, A. 2010:160-163).
d.   Montesquieu
Seorang tokoh yang bekerja sebagai hakim mahkamah tinggi  di bordeaux ini memiliki nama lengkap Baron de Montesquieu merupakan seorang tokoh yang mencetuskan banyak teori politik besar pada masanya, yakni pada pada masa pencerahan. Montesquieu adalah seorang tokoh yang mendasarkan pemikirannya pada ehidupan nyata. Salah satu karya besarnya tentang politik dan negara adalah The Spirit of Law. Dalam karya ini, ia mendefinisikan hukum sebagai rasio manusia yang mengatur semua penduduk bumi: hukum politik dan sipil setiap bangsa seharusnya hanya merupakan khasus-khasus partikular sebagia buah dari proses akal manusia dan harus disesuaikan dengan orang-orang yang untuk merekalah hukum-hukum tersebut dikerangkakan. Dengan akal, manusia tak sepenuhnya dikuasai oleh alam, ia adalah mahkluk yang bebas dan bisa membantu menantukan takdirnya dan mencapai tujuan yang sebenarnya. hukum dan bentuk pemerintahan ditentukan oleh banyaknya orang yang berkuasa dan prinsip nilai yang digunakan (Ebyhara, A. 2010:158-160).  dari pernyataan yang sudah ada di atas tersebut dapat kita simpulkan bahwa Monstiqueui juga sependapat dan menghargai kebebasan kebebasan individu dalam suatu negara. dimana setiap  individu berhak menentukan jalannya masing masing. dan dalam suatu negara yang berhak menentukan peraturan-peraturan dan nilai-nilai yang ada dalam negara tersebut adalah manusia-manusia yang tinggal di negara itu sendiri.

D.      Perkembangan Liberalisme di Indonesia pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda Tahun 1870-1900
Sistem ekonomi kolonial antara tahun-tahun 1870 hingga 1900 disebut sistem liberalisme. Pada masa itu, modal swasta diberi peluang untuk mengusahakan kegiatan di Indonesia khususnya di perkebunan-perkebunan besar. Pembukaan perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan oleh Undang-Undang Agraria tahun 1870. UU Agraria ini melindungi hak milik petani-petani Indonesia atas tanah mereka. Di sisi lain membuka peluang bagi orang asing untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia. Zaman Liberal merupakan penetrasi ekonomi uang yang lebih mendalam bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan penyewaan tanah penduduk pribumi oleh perusahaan-perusahaan swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan-perkebunan besar. 
            Meluasnya pengaruh ekonomi Barat dalam masyarakat Indonesia selama zaman Liberal tidak terbatas pada penanaman tanaman-tanaman perdagangan, tapi juga meliputi impor barang-barang jadi yang dihasilkan oleh industri-industri yang berkembang di Belanda (Kartodirjo, 2010: 372).
Ketika Negara Kolonial Hindia Belanda berdiri dan memperluaskan pengaruhnya, masyarakat Indonesia berada di dalam kehidupan politik yang hampir serupa, yakni dalam bentuk kerajaan atu kesultanan dan bukan kerajaan. Ketika negara Hindia Belanda menanamkan kekuasaannya, berlangsung perubahan. Di sepanjang abad ke-19 perubahan luas dan mendalam terjadi pada masyarakat Pulau Jawa (Marwati & Nugroho, 2010:1).
Setelah penghapusan sistem tanam paksa, gejala yang muncul di kalangan masyarakat pedesaan adalah terbentuknya kelompok buruh, yang terdiri atas buruh pabrik dan buruh tani. Perkembangan di daerah-daerah luar Jawa tidak memperlihatkan dampak kolonialisme yang mendalam seperti di Pulau Jawa kecuali di dua tempat, yakni Sumatera Barat pada etnik Minangkabau dan Sulawesi Utara pada etnik Minahasa. Di kedua tempat ini, dimana pola penanaman seperti sistem tanam paksa dilaksanakan. Namun pada umumnya dinamika kehidupan masyarakat di luar Pulau Jawa tidak mengalami guncangan dan perubahan yang mendalam (Marwati & Nugroho, 2010:9).
Perkembangan selama abad ke-19 membawa akibat yang menonjol, yaitu urbanisasi. Dengan tumbuhnya perusahaan perkebunan beserta perdagangan dan pengangkutan hasilnya, menambah jumlah penduduk yang pindah ke kota-kota atau pusat-pusat perusahaan itu. Faktor-faktor di desa juga mendorong perpindahan ke kota, antara lain, semakin kurangnya tanah pertanian dan bertambahnya jumlah proletar perdesaan, perbedaan yang mencolok antara desa dan kota mengenai tingkat kemajuan kehidupan. Perkembangan yang mendorong perubahan sistem pemerintahan tidak langsung kepada sistem yang langsung. Berjalan sejajar dengan kemenangan kaum liberal yang berhasil menguasai politik kolonial (Marwati & Nugroho, 2010:10).
Setelah tanam paksa dihapuskan, pemerintah Belanda melaksanakan politik kolonial liberal di Indonesia dengan memberikan kebebasan pada pengusaha swasta untuk menanamkan modal di Indonesia. Namun, pelaksanaannya tetap menyengsarakan rakyat karena kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan kolonial Belanda. Belanda tetap melaksanakan cara-cara menguasai bangsa Indonesia dengan perjanjian, perang, dan pemecah belah (Hamdi, 2013) .
Sistem dualistis merupakan alat utama untuk mempertahankan kondisi kolonial dalam arti subordinasi kepentingan daerah jajahan untuk kepentingan negara induk. Apa yang lazim dinamakan Periode Liberal (sejak tahun 1870)  tidak lain merupakan masa perdagangan bebas atau perusahaan bebas yang membuka sumber-sumber alam yang kaya raya di Indonesia bagi perusahaan-perusahaan Barat (Marwati & Nugroho, 2010:10). Pelaksanaan politik kolonial liberal sering disebut Politik Pintu Terbuka (Opendeur Politiek), yaitu membuka modal swasta asing untuk ditanamkan di Indonesia. Politik “pintu terbuka” terpaksa secara konsekuen dijalankan oleh Belanda karena banyak ditanam untuk menghasilkan bahan-bahan ekspor. Untuk menjamin ekspor itu perlu dilakukan “politik terbuka” bagi negeri-negeri asing (Broek, 1942:106). Dengan politik tersebut, Indonesia sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah, mendapatkan tenaga yang murah, tempat pemasaran barang produk Eropa serta tempat penanaman modal asing. Modal swasta Belanda serta modal bangsa Barat lainnya masuk ke Indonesia dan ditanamkan ke dalam pertanian dan perkebunan sehingga perkebunan tebu dan tembakau berkembang pesat.
Pelaksanaan politik liberal ternyata lebih berat daripada tanam paksa. Pada masa ini penduduk diperas oleh dua pihak. Pertama oleh pihak swasta dan yang kedua oleh pihak pemerintah. Pemerintah Hindia Belanda memeras penduduk secara tidak langsung melelui pajak-pajak perkebunan dan pabrik yang harus dibayar oleh pihak swasta. Padahal, pihak swasta juga ingin mendapat keuntungan yang besar. Untuk itu, para buruh diibayar dengan gaji yang sangat rendah, tanpa jaminan kesehatan yang memadai, jatah makan yang kurang, dan tidak lagi mempunyai tanah karena sudah disewakan untuk membayar hutang. Disamping itu, para pekerja perkebunan diikat dengan sistem kontrak, sehingga mereka tidak dapat melepaskan diri. Mereka harus mau menerima semua yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Mereka tidak berani melarikan diri walaupun menerima perlakuan yang tidak baik, karena mereka akan kena hukuman dari pengusaha jika tertangkap. Pihak pengusaha memang mempunyai peraturan yang disebut Poenale Sanctie (peraturan yang menetapkan pemberian sanksi hukuman bagi para buruh yang melarikan diri dan tertangkap kembali). Keadaan yang demikian ini menyebabkan tingkat kesejahteraan rakyat semakin merosot sehingga rakyat semakin menderita (Suwanto, dkk., 1997 : 29-30).
Jadi, pada masa tanam paksa rakyat diperas oleh pemerintah Hindia Belanda, sedangkan pada masa politik pintu terbuka rakyat diperas baik pengusaha swasta maupun oleh pemerintah. Walaupun pemerintah melakukannya secara tidak langsung. Kekuatan liberal mendesak pemerintahan kolonial melindungi modal swasta dalam mendapatkan tanah, buruh, dan kesempatan menjalankan usaha atau perkebunan. Negara menjadi pelayan modal lewat dukungan infrastruktur dan birokrasi, dengan menelantarkan pelayanan masyarakat. Dengan demikian politik kolonial liberal yang semula menghendaki liberalisasi tanah jajahan lalu berkembang menjadi bagaimana mengatur tanah jajahan untuk memperoleh uang (Wiharyanto, 2006 :128).     
Masuknya politik liberal yang disebabkan oleh gelombang liberalisme Eropa pada 1840-an, kekuatan liberal Belanda, didukung pemilik modal dan kelas menengah, meraih kekuasaan di negeri sendiri, lalu mengontrol perekonomian Hindia Belanda. Kekuatan liberal mendesak pemerintahan kolonial melindungi modal swasta dalam mendapatkan tanah, buruh, dan kesempatan menjalankan usaha atau perkebunan. Negara menjadi pelayan modal lewat dukungan infrastruktur dan birokrasi, dengan menelantarkan pelayanan masyarakat (Latif, 2007). Kaum liberal memandang Hindia Belanda sebagai ladang pihak swasta sehingga dapat menimbulkan akibat-akibat, diantaranya : 1). Timbulnya urbanisasi. Hal ini dapat terjadi karena rakyat yang sudah tidak mempunyai tanah, pergi ke kota untuk mencari kehidupan dengan bekerja pada pabrik-pabrik yang telah didirikan oleh pihak swasta maupun pemerintah. 2). Penduduk kota semakin bertambah padat. 3). Timbulnya kaum buruh. 4). Rakyat pedesaan mulai mengenal uang. 5). Barang kerajinan rakyat terdesak oleh barang impor. 6). Tanah perkebunan semakin luas (Suwanto,dkk,1997:30).
Bagi bangsa Indonesia, liberalisme merupakan ideologi yang dapat mengancam kelangsungan kebangsaan Indonesia karena secara material, di dalamnya terkandung nilai-nilai sosial-politik yang tidak sesuai dan bertentangan dengan sikap politik bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Gerakan globalisasi dengan ideologi liberalismenya secara material adalah upaya sistematis taktis dari negara Barat yang diarahkan untuk meruntuhkan kesepakatan politik bangsa Indonesia dalam memandang hakikat nation state. Menurut Soedjendro (2006) nilai-nilai sosial-politik ideologi liberalisme yang bersifat ekstrem dan bertentangan dengan ideologi Pancasila tersebut adalah: Pertama, ideologi liberalisme menawarkan prinsip kebebasan individual secara mutlak, tidak berpijak pada nilai-nilai moral, kesusilaan, dan keadilan sosial. Kedua, ideologi liberalisme menghendaki adanya sistem pengelolaan perekonomian secara bebas dan tidak menghendaki adanya keterlibatan negara (pemerintah) dalam menciptakan kesejahteraan sosial-ekonomi rakyat. Ketiga, ideologi liberalisme menganut sistem nilai demokrasi yang menggunakan ukuran pembenaran berdasarkan kebutuhan diktator mayoritas, sehingga untuk mencapainya cukup dengan ukuran 50% ditambah 1 selesai. Namun demokrasi yang dicita-citakan ideologi Pancasila tidak bisa atau tidak cukup dengan hanya 50% ditambah 1 tetapi harus melalui musyawarah untuk merumuskan sebuah keputusan dalam perspektif kepentingan bersama yang berkeadilan.
Walaupun masa Hindia Belanda diawali dengan harapan - harapan besar mengenai keunggulan sistem liberal dalam meningkatkan perkembangan ekonomi kolonial sehingga menguntungkan kesejahteraan rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada akhir abad ke-19 sudah nyata bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami tingkat kemakmuran yang lebih baik daripada masa yang lampau (Poesponegoro dan Notosusanto, 1993 : 124).

Penutup
Liberalisme  adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik. Liberalisme politik menjadi sebuah ideologi  yang besar yang berpandangan dan sangat menghargai kebebasan individu, dalam hal ini setiap individu memeliki sebuah hak dan kebebasan dalam kehidupannya dimana kebebasan itu telah dimiliki setiap individu sejak dari lahir Liberalisme masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses Penjajahan, khususnya oleh pemerintahan Hindia belanda.
Sistem ekonomi kolonial antara tahun-tahun 1870 hingga 1900 disebut sistem liberalisme. Pada masa itu, modal swasta diberi peluang untuk mengusahakan kegiatan di Indonesia khususnya di perkebunan-perkebunan besar. Masuknya politik liberal yang disebabkan oleh gelombang liberalisme Eropa pada 1840-an, kekuatan liberal Belanda, didukung pemilik modal dan kelas menengah, meraih kekuasaan di negeri sendiri, lalu mengontrol perekonomian Hindia Belanda.          Walaupun masa Hindia Belanda diawali dengan harapan - harapan besar mengenai keunggulan sistem liberal dalam meningkatkan perkembangan ekonomi kolonial sehingga menguntungkan kesejahteraan rakyat Belanda maupun rakyat Indonesia, namun pada akhir abad ke-19 sudah nyata bahwa rakyat Indonesia sendiri tidak mengalami tingkat kemakmuran yang lebih baik daripada masa yang lampau.
Bagi bangsa Indonesia, liberalisme merupakan ideologi yang dapat mengancam kelangsungan kebangsaan Indonesia karena secara material, di dalamnya terkandung nilai-nilai sosial-politik yang tidak sesuai dan bertentangan dengan sikap politik bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Rujukan
Buku:
Broek, J.O.M. 1942. The Economic Development of the Nedherlands-Indie. New
York.
Cahyono. 1983/1984. Pengantar Ilmu Politik. Malang: IKIP Malang.
Djoened, Marwati Poesponegoro, Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional
Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka
Djoened, Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah
nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka.
Ebyhara, A. 2010. Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hamdi. 2013. liberalisme di indonesia masa kolonial belanda.
Kartodirjo, S. 2010. Sejarah Nasional Indonesia: Kemunculan Penjajahan di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Latif, Yudi. 2007. Dialektika Islam: Sekularisasi dan Islamisasi di Indonesia.
Yogyakarta: Jalasutra.
Suwanto, dkk. 1997. Sejarah Nasional dan Umum. Semarang : Aneka Ilmu.
Wiharyanto, Kadit. 2006.  Sejarah Indonesia Madya Abad XVI-XIX. Universitas
Yogyakarta: Sanata Dharma.

Internet:
Ayok. 2008. Akar Sejarah Pemikiran Liberal (Online). http://ayok.wordpress.com/2008/07/18/akar-sejarah-pemikiran-liberal/. Diakses 28 Februari 2014.
Hart, M. Tanpa Tahun. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah (Online). http://media.isnet.org/iptek/100/Voltaire.html. Diakses 28 Februari 2014.   
http://www.sibarasok.com/2013/10/kebijakan-masa-penjajahan-belanda-ii-
di.html. (Online). Diakses tanggal 2 Maret 2014
Soedjendro, Kartini. 2006. Kebangsaan Dalam Arus Liberalisme. Suara Merdeka.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0607/18/opi03.htm. (Online). Diakses 2 Maret 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme (Online). Diakses tanggal 1 Maret 2014.

18 komentar:

  1. pemerintah Indonesia kan juga pernah menerapkan paham ini dlam pemerintahannya. bagaimana dampak liberalisme sendiri bagi pemerintahan Indonesia?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau dampak liberalisme di Indonesia salah satunya kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, bukinya adanya pasar bebas di Indonesia. pada 2015 dengan kesepakatan negara-negara di asean pasar bebas mulai berlaku.

      Hapus
  2. maksud anda pada masa demokrasi liberal?

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. melihat dari fenomena saat ini, apakah indonesia menerapkan sistem liberal?

    BalasHapus
    Balasan
    1. dalam hal apa ekonomi atau politik yang anda tanyakan ?

      Hapus
    2. kalau bisa anada jawab semua, saya serahkan sama saudara penyaji

      Hapus
  5. ainul: kalau anda mau tanya, sesuaikan dengan konteks pembahasan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf saudara penyaji, saya tidak membaca judul secara lengkap

      Hapus
  6. mila: yang anda tanyakan pada masa apa? masa kolonial ato demokrasi liberal? kalau pada masa kolonial seperti yg sudah dijelaskan sdr Umar. klo pd msa demokrasi leberal, hal yang terjadi pada para elit politik misalnya yg sibuk dengan kursi kekuasaan, sedangkan rakyat mengalami kesulitan karena adanya berbagai gangguan keamanan dan beratnya perekonomian yg menimbulkan labilnya sosial-ekonomi. sedangkan dalam bidang sosial, parpol menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa (ormas), khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955

    BalasHapus
  7. ainul: ya mangkanya anda baca secara lengkap, kalau pertanyaan anda tidak sesuai konteks pembahasan itu yang bukan membahas pokok materi namannya. soalnya sangat berbeda pertanyaan yg anda ajukan dengan materi pembahasan

    BalasHapus
  8. bagaimna akhir dari liberalisme di indonesia pada masa kolonial tersebut? lalu adakah dampak positif dari penerapan leberalisme pada masa kolonial tersebut?

    BalasHapus
  9. sdr intan yang cantik: dampak akhir dari liberalisme di Indonesia sendiri pada masa kolonial telah membawa kerugian bgi masy Indonesia. tujuan yg dirumuskan untuk mensejahterahkan, namun pada kenyataannya hanya menguntungkan perusahaan2 besar dan memberi konsesi pada kaum pemodal. perkembangan perdagangan, perkapalan, dan perusahaan terutama memberi keuntungan pada kaum borjuis.
    dampak positifnya
    bagi belanda dan kaum pemodal: tentu menguntungkan perusahaan besar dan pemodal, selanjutnya dari golongaan liberal ini telah mendukung politik kapitalistis dan imperialistis yg bertujuan memperluas daerah dengan kemiliterannyatanpa memperhatikan kaum pribumi
    bagi Indonesia: sepert yg diutarakan oleh D.Fock bahwa akan membentangkan rencana perubahan utk menciptakan kesejahteraan pribumi, diusahakan keamanan, perlindungan milik, meringankan beban pajak, perbaikan pertanian, serta mulai didengungkan masalah edukasi,irigasi dan emigrasi tidak untuk kaum modal barat tapi untuk kaum pribumi (meskipun kenyataannya hanya sedikit yg terlaksana)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saudara Putra:
      Di sini Saudara mengatakan bahwa rencana perubahan untuk menciptakan kesejahteraan pribumi pada kenyataannya hanya sedikit yang terlaksana, apakah penyebab tidak meratanya pelaksanaan ini dan bagaimana sebenarnya liberalisme ikut andil dalam hal ini? adakah pokok lainnya yang menempatkan liberalisme bukan hanya dalam masalah perekonomian, tetapi misalnya juga dalam hal politik di Indonesia hingga paham ini berkembang di Indonesia?

      Hapus
    2. penebab tdk meratanya, karena hal itu hanya sebagai embel2 saja dari kaum koloni untuk melaksanakan poliik etis. anda tntunya jg tau bahwa kaum pribumi mmang disekolahkan, tp pda akhirnya mreka dsruh bkerja d prsahaannya.
      liberalis ini nantinya kembali kepada kapitalis yang menguntungkan pihak mereka. sebab itulah apa yang d utarakan D.Fock terjadi ketidakmerataa.

      Hapus
  10. bagaimana dampak liberalisme belanda yang diterapkan di indonesia dulu terhadap bangsa indonesia yang saat ini??? terimakasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk mas Wahyono, menurut saya, terdapat dampak dalam liberalisme yang pernah diterapkan pada masa kolonial belanda terhadap indonesia saat ini. Yaitu Indonesia kini lebih cenderung melakukan praktek ekonomi liberal. Hal ini dikarenakan warisan dari masa pemerintahan kolonial belanda. walaupun sempat terhenti pada masa pemerinthan Soekarno (krn Soekarno orang sosialis), tapi praktik ekonomi liberal di Indonesia terlihat lagi (walau secara samar2) pada masa pemerintahan Soeharto. Dan berlangsung hingga sekarang. Ini bisa dilihat dari banyaknya perusahaan asing yang masuk dalam sektor ekonomi Indonesia.

      Hapus
  11. Diskusi ditutup. Terima Kasih

    BalasHapus