PERKEMBANGAN
PEMIKIAN
PAN ISLAMISME
DAN IMPLIKASINYA DI INDONESIA
Oleh:
Athoi Muhammad
Fika Eka P.
Fariz Fahruzi
Galuh Fajri K.
Poni Novita S.
Saidah Nuraini H.
Abstrak
Abad ke-19 hingga abad ke-20 merupakan
suatu momentum dimana umat Islam memasuki suatu gerbong baru, gerbang
pembaharuan. Fase ini kerap disebut sebagai abad modernisme, suatu abad dimana
umat diperhadapkan dengan kenyataan bahwa bangsa Barat jauh mengungguli mereka.
Keadaan ini membuat berbagai respon bermunculan, berbagai kalangan Islam
merespon dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan pada corak keislaman mereka.
Ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa memang umat sedang
terpuruk dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat bangkit dari keterpurukan
itu. Ada pula yang merespon dengan menolak apapun yang datang dari Barat sebab
mereka beranggapan bahwa itu di luar Islam. Kalangan ini meyakini Islamlah yang
terbaik dan umat harus kembali pada dasar-dasar wahyu, kalangan ini kerap
disebut dengan kaum revitalis.Berbagai
nama tokoh pun segera tampil dalam ingatan ketika disebutkan tentang abad
modernisme Islam yang ditandai dengan dominasi Eropa ini. Dominasi Eropa atas
dunia Islam, khususnya di bidang politik dan pemikiran ini ditanggapi dengan
beragam cara sehingga melahirkan kalangan modernis dan fundamentalis.
Modernisme cenderung akomodatif terhadap ide Barat meskipun kemudian
mengembangkan sendiri ide-ide tersebut, sedangkan fundamentalisme menganggap
apa-apa yang datang dari Barat adalah bukan berasal dari Islam dan tak layak
untuk diambil. Fundamentalisme merupakan suatu paham yang lahir atau besar
setelah fase modernisme.Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka tak lepas
dari seorang tokoh yang merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam,
Al-Afghani, seorang pembaharu yang memiliki keunikan, kekhasan, dan misterinya
sendiri. Berangkat dari pembagian corak keislaman di atas, Afghani menempati
posisi yang unik dalam menanggapi dominasi Barat terhadap Islam. Pemikiran
daeri Afghani ini disebut sebagai aliran Pan Islamisme. Di satu sisi, Afghani
sangat moderat dengan mengakomodasi ide-ide yang datang dari Barat, ini
dilakukannya demi memperbaiki kemerosotan umat. Namun di lain sisi, Afghani
tampil begitu keras ketika itu.Pada makalah ini
kami akan paparkan sedikit tentang pemikiran, kiprah politik, serta
perkembangan dari Pan Islamisme itu sendiri.
Kata kunci: Pan Islamisme,
Jamaluddin Al Afghani, Politik Islam
a. Pembahasan
Riwayat
Hidup Jamaluddin Al Afghani
Nama lengkapnya adalah Sayyid
Jamaluddin Al-Afghani bin Shafdar Al-Husaini yang lahir pada tahun 1853 M di
As’adabat dekat kota Kunar yang termasuk kawasan distrik Kabul bagian timur
Afghanistan. Ayahnya bernama Shafdar Al-Husaini, seorang bangsawan terhormat
dan mempunyai nasab sampai ke Ali bin Abi Thalib dari jalur At-Tirmidzi,
seorang perawi hadits yang termasyur.
Di masa kecilnya
Al-Afghani pindah ke kota Kabul beserta keluarganya. Sejak masa kecilnya telah
nampak pada diri Al-Afghani kecerdasan dan kemauan yang besar untuk menggali
pengetahuan. Dalam usia delapan tahun ia mulai belajar disiplin ilmu dan
menguasai beberapa ilmu, diantaranya Al-Quran, bahasa Arab, hadits, fiqih, ilmu
kalam, politik, sejarah, musik dan termasuk ilmu-ilmu eksak. Dalam rangka
menambah wawasan pengetahuannya, Al-Afghani melanjutkan studi ke India dan
menetap disana selama satu tahun untuk belajar pengetahuan-pengetahuan Barat
dab metodologinya serta bahasa Inggris. Tahun 1857 ia menunaikan ibadah haji ke
Mekah dan sekembalinya di Afghanistan, ia diangkat menjadi pembantu pangeran
Dost Muhammad Khan.
Pada tahun 1864,
Al-Afghani menjadi penasehat Sher Ali Khan dan pada masa Muhammad Azzam Khan
menjadi perdana menteri. Karena terjadinya konflik dalam negeri Afghanistan, ia
kembali menuju India untuk kedua kalinya pada tahun 1869. Saat itu India jatuh
ke tangan Inggris, oleh karenanya ia memutuskan untuk menuju Mesir pada tahun
1871. Di Mesir ia sempat berkenalan dengan kalangan ulama Al-Azhar dan
memberikan kuliah. Selanjutnya Al-Afghani pergi ke Turki dan diangkat sebagai
anggota Majelis Pendidikan Turki dan sering diundang untuk menyampaian ceramah
di Aya Shofia dan Masjid Sultan Ahmad.
Karena
keberadaaannya yang dianggap membahayakan posisi kepala pemerintahan, timbullah
fitnah yang dilancarkan oleh Hasan Fahmi Syaikh Al-Islam dengan mengatakan
bahwa ceramah-ceramah Al-Afghani banyak mengandung unsur penghinaan terhadap
kenabian. Dengan alasan ingin menunaikan haji, maka Al-Afghani meninggalkan
Turki dan kemudian menetap di Mesir hingga tahun 1879. Pada masa inilah ide
pemikiran dan aktivitas memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia Islam
khususnya Mesir.
Al-Afghan telah
mengunjungi beberapa kota di Eropa bahkan menetap di sana. Tahun 1882 berada di
London, lalu satu tahun kemudian ke Paris, dan kembali lagi menetap di London
tahun 1885. Selanjutnya ke Teheran, ke Moscow tahun 1887, ke Jerman dan
akhirnya kembali lagi ke Teheran. Pengamanan merantau inilah yang kemudian
membentuk wawasan berfikirnya yang luas, bebas dan demokratis yang tentunya telah
banyak melahirkan banyak murid asli didikan dan binaan yang dilakukan
Al-Afghani yang mewarnai sejarah pemikiran di dunia Islam. Akhirnya pada tahun
1897 ia wafat di Istanbul karena sakit.
Pemikiran
Jamaluddin Al Afghani Mengenai Pan Islamisme
Semua orang sepakat bahwa dialah
yang menginspirasi gerakan Islam modern dan mengilhami pembaharuan di kalangan
kaum Muslim yang hidup di tengah-tengah kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya
amat besar terhadap gerakan-gerakan pembebasan dan konstitusional yang
dilakukan di negara-negara Islam setelah zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu
tradisional Islamnya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari
Eropa dan pengetahuan modern. Semua usahanya dicurahkan untuk menerbitkan
makalah-makalah politik yang membangkitkan semangat, khususnya yang termuat
dalam majalah Al-Urwah al-Wutsqa. Ia
telah membangkitkan gerakan yang berskala nasional dan gerakan jamaah Islam.
Afghani
mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah,
yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan
kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni
seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga biasa
disebut salaf (pendahulu) yang saleh.
Sebenarnya Afghani bukanlah pemikir Islam pertama yang mempelopori aliran salafiyah (revivalis). Ibnu Taymiyah
telah mengajarkan teori yang serupa, begitu pula Syeikh Mohammad Abdul Wahab
pada abad ke-18.
Dalam rangka
usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta pengembalian keutuhan umat
Islam, Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan
seluruh umat Islam (Jami’ah islamiyah)
atau Pan Islamisme. Menurut Afghani,
asosiasi politik itu harus meliputi seluruh umat Islam dari segala penjuru
dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia,
maupun mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang
didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan
persatuan umat Islam dalam perjuangan :
a)
Menentang tiap sistem
pemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan
sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam,
hal mana juga berarti menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut.
b)
Menentang kolonialisme
dan dominasi Barat, yang berakibat pada mundurnya umat maupun negara yang
berlandaskan Islam (Habib, 2003 : 112).
Menurut Afghani,
dalam ikatan itu eksistensi dan kemandirian masing-masing negara anggota tetap
diakui dan dihormati, sedangkan kedudukan para kepala negaranya, apa pun
gelarnya, tetap sama dan sederajat antara satu dengan yang lain, tanpa ada satu
pun dari mereka yang lebih ditinggikan
Afghani
mendiagnose penyebab kemunduran di dunia Islam, adalah tidak adanya keadilan
dan syura (dewan) serta tidak setianya pemerintah pada konstitusi dikarenakan
pemerintahan yang sewenang-wenang (despotik), inilah alasan mengapa pemikir di
negara-negara Islam di timur tidak bisa mencerahkan masyarakat tentang inti
sari dan kebaikan dari pemerintah republik. Pemerintahan republik, merupakan
sumber dari kebahagiaan dan kebanggaan. Mereka yang diatur oleh pemerintah
republik sendirilah yang layak untuk disebut manusia; karena suatu manusia yang
sesungguhnya hanya diatur oleh hukum yang didasari oleh keadilan dan mengatur
gerakan, tindakan, transaksi dan hubungan dengan orang lain yang dapat mengangkat masyarakat ke puncak kebahagiaan.
Bagi Afghani, pemerintah rakyat adalah “pemerintahan yang terbatas”,
pemerintahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya
merupakan lawan dari pemerintahan absolut. Merupakan suatu pemerintah yang
berkonsultasidalam mengatur, membebaskan dari beban yang diletakkan
pemerintahan despotik dan mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat
kesempurnaan.
Reformasi atau
pembaharuan dalam bidang politik yang hendak diperjuangkan oleh salafiyah (baru) di negara-negara Islam
adalah pelaksanaan ajaran Islam tentang musyawarah melalui dewan-dewan
konstitusi dan badan-badan perwakilan (rakyat), pembatasan terhadap kekuasaan
dan kewenangan pemerintah dengan konstitusi dan undang-undang, serta pengerahan
kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung reformasi politik dan sekaligus
untuk membebaskan dunia Islam dari penjajahan dominasi Barat.
Menurut Afghani,
melalui Pan Islamisme merupakan cara terbaik dan paling efektif untuk mencapai
tujuan-tujuan, diantaranya adalah melalui revolusi yang didasarkan atas
kekuatan rakyat, jika perlu dengan pertumpahan darah. Ia mengatakan bahwa kalau
memang ada sejumlah hal yang harus direbut dan tidak ditunggu untuk diterima
sebagai hadiah atau anugerah, maka kebebasan kemerdekaan merupakan dua hal
tersebut.
Tujuan utama
gerakan Pan Islamisme ialah menyatukan pendapat semua negara-negara Islam
dibawah satu kekhalifahan, untuk mendirikan sebuah imperium Islam yang kuat dan
mampu berhadapan dengan campur tangan bangsa Eropa. Ia ingin membangunkan
kesadaran mereka akan kejayaan Islam pada masa lampau yang menjadi kuat karena
bersatu. Menyadarkan bahwa kelemahan umat Islam sekarang ini karena mereka terpecah
belah (Hardirdjo, 1998 : 38).
Afghani berusaha
menghimpun kembali kekuatan dunia Islam yang tercecer. Ia yakin bahwa
kebangkitan Islam merupakan tanggungjawab kaum Muslim, bukan tanggungjawab Sang
Pencipta. Masa depan kaum Muslim tidak akan mulia kecuali jika mereka
menjadikan diri mereka sendiri sebagai orang besar. Mereka harus bangkit dan
menyingkirkan kelalaian. Mereka harus tau realitas, melepaskan diri dari
kepasrahan. Ia menjelaskan kebobrokan umat Islam, dan menerangkan bahwa dunia
Islam sedang terancam. Ancamannya datang dari Barat yang memiliki kekuatan
dinamis. Pan Islamisme mengajak umat Islam untuk melakukan perbaikan secara
internal, menumbuhkan kekuatan untuk bertahan dan mengadopsi buah peradaban
Barat, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mengembalikan kejayaan Islam. Barat harus dihadapi karena dialah yang
mengancamIslam. Cara menghadapinya adalah dengan menirunya dalam hal-hal
positif, selain aturan kebebasan dan demokrasinya.
Afghani adalah
pembaharu muslim pertama yang menggunakan term Islam dan Barat sebagai dua
fenomena yang selalu bertentangan. Sebuah pertentangan yang justru harus
dijadikan patokan berpikir kaum muslim, yaitu untuk membebaskan kaum muslim
dari ketakutan dan eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Eropa.
Pengaruh embrio dari pemikiran Jamaluddin
Al Afghani mengenai konsep Pan Islamisme ternyata banyak melahirkan ataupun menginspirasi
gerakan-gerakan fundamentalisme islam. Sebuah gerakan keagamaan dan politik
yang mengatasnamakan “islam”. Namun sebenarnya wajah islam sendiri warna-warni.
Sebuah kerahmatan karena perbedaan. Oleh mereka, wajah islam sekuat mungkin
ataupun dengan jalan kekerasan perlu diseragamkan menjadi satu wajah tunggal.
Lalu menurut Saidi[11] ada
beberapa karakteristik dari kaum fundamentalis yang diantaranya :
1. Penafsiran
yang bersifat represif atas gagasan Tuhan. Mereka menolak kemungkinan
“demokratisasi” interpretasi teks-teks Tuhan tetapi menganjurkan penafsirasn
absolutis.
2. Penyatuan
antara agama dan negara. Perwujudan konsep ini adalah pemerintahan teokrasi.
3. Penolakan
atas dominasi simbol-simbol modern dan barat.
4. Penafsiran
yang besrifat literal-skriptual serta menolak historisisme-rasionalisme.
5. Pan
Islamisme. Manifestasi lain dari gagasan untuk menghidupkan kembali konsep
pemerintahan Pan Islamisme di mana pemeluk islam didefinisikan dalam satu
kesatuan ummah. Angan-angan ke arah satu kekhalifahan islam merupakan
perwujudan dari ide-ide ini.
Kaitan pemikiran Afghani dengan pembelajaran sejarah
Pemikiran Afghani ini tentu
berkaitan dengan pembelajaran sejarah. Salah satunya yaitu ada sebagian kaum islam
yang masih merasa bentuk penjajahan tersamar dari cengkraman bangsa barat
meskipun negaranya sudah merdeka. Dominasi barat dalam segala lini begitu
kentara. Hingga pemerintahan yang berkuasa ikut “dikendalikan” oleh barat.
Dengan latar belakang ini, tidak mengherankan jika kaum fundamentalis islam
mulai bergerak menyuarakan aspirasinya menyikapi hal yang terjadi. Mereka
berseru agar kaum islam bersatu dan melawan penjajah ( Pan Islamisme ). Untuk beberapa kasus
kaum fundamentalis ( Hizbut Tahrir Indonesia ), bahkan mereka berseru untuk
melawan pemerintahan yang sah karena kafir. Dikatakan kafir karena roda
pemerintahan dan bentuk negara yang dijalankan tidak berasaskan islam. Meskipun
Jamaluddin tidak mengharuskan suatu bentuk negara dari semangat Pan Islamisme,
oleh beberapa kaum fundamentalis, umat islam harus disatukan dalam bentuk
pemerintahan tunggal. Pemetintahan dan bentuk negara yang dimaksud adalah
Khilafah dengan seorang Khalifah sebagai pemimpin tertinggi negara. Lagi-lagi
ini hanyalah bentuk angan-angan bahkan (menurut kami) adalah suatu utopia
belaka.
Artinya bahwa pemikiran Afghani ini
memberikan suatu dampak yang baik bagi pembelajaran sejarah dimana pemikiran ini
memberikan gambaran kepada kita tentang arti kemerdekaan yang seharusnya kita
terima sebagai hak kita. Hal ini mengingat bahwa akhir-akhir ini telah terjadi
penjajahan secara samar dengan salah satu bentuknya yaitu dominasi para bangsa
barat. Semangat Pan Islamisme
yang ditelurkan oleh Jamaluddin tidaklah pernah surut. Selagi masih ada
negara-negara yang dijajah secara tersamar oleh barat maka semangat ini akan
terus membara. Khususnya bagi kaum fundamentalis, ini adalah agenda politik
mereka dalam mewujudkan bentuk negara islam ( idealnya mereka ). Pergerakan
mereka akan terus-menerus merongrong. Bagi kaum fundamentalis radikal, mereka
akan menempuh jalan kekerasan meskipun dengan alasan tujuannya akan baik. Bagi
kalangan fundamentalis moderat, mereka akan mengikuti aturan main yang ada (
demokrasi ). Mereka menyelinap dengan pergerakan yang lihai hingga masuk dalam
struktur pemeritahan yang ada. Setelah berhasi masuk, sedikit demi sedikit
mereka akan merubah hukum yang ada sehingga nuansa islam ( islam pemahaman
mereka ) begitu kental. Tidak hanya itu, pergerakan kaum moderat juga dengan
“lincahnya“ membangun basis-basis gerakan dari bawah. Dengan basis gerakan dari
bawah yang persebarannya terus meluas, mereka mewacanakan bentuk negara islam.
Hingga wacana itu akan berbuah menjadi opini publik umat islam yang apirasinya
minta didengarkan oleh pemerintah. Pada akhirnya, tuntutan dan aspirasi yang
begitu besar dari kaum islam untuk membentuk negara islam direalisasikan oleh
negara.
b. Penutup
Semangat yang digagas oleh Jamaluddin
adalah suatu semangat yang mengawali kegiatan-kegiatan pemberontakan negara
timur kepada bangsa Eropa yang menjajah urusan pemerintahan negara timur. Ia
menggunakan cara-cara dan pendekatan-pendekatan seperti syiar syiar , dialog ,
dan tulisan tulisan. Ia mengajarkan cara menulis dan menanamkansifat untuk
berani berpendapat sasaran utamanya para pemuda.para pemuda ini diangga sebagia
agen kebangkitan nasional kegiatan jamaluddin pun berhasil untuk menghasut
kebangkitan untuk melawan eropa di tanah Mesir dan semenjak itu menjadi titik
awal pengaruh jamaluddin di dunia timur lainnya.
Pemikiran Afghani ini tentu
berkaitan dengan pembelajaran sejarah. Salah satunya yaitu ada sebagian kaum islam
yang masih merasa bentuk penjajahan tersamar dari cengkraman bangsa barat
meskipun negaranya sudah merdeka. Dominasi barat dalam segala lini begitu
kentara. Hingga pemerintahan yang berkuasa ikut “dikendalikan” oleh barat. Artinya bahwa
pemikiran Afghani ini memberikan suatu dampak yang baik bagi pembelajaran
sejarah dimana pemikiran ini memberikan gambaran kepada kita tentang arti
kemerdekaan yang seharusnya kita terima sebagai hak kita.
DAFTAR RUJUKAN
Soeripto, Habib.
2003. PolitikDalamPandangan Islam.Jakarta
:RajawaliPutera.
Ali, Mukti. Alam Pikiran Islam Modern di Timur
Tengah. Jakarta:Djambatan. 1995
Mubarak, Zaki. Genealogi Islam Radikal di
Indonesia: Gerakan Pemikiran dan Prospek Demokrasi. Jakarta: LP3ES. 2008
Roy,Oliver. Gagalnya Islam Politik.
Jakarta: Serambi. 1996
yang saya tanyakan, apakan tokoh dari pan islamisme itu hanya afghani saja? lalu bagaimana perkembangan pan islamisme di indonesia dan pan islmisme masuk di indonesia itu seperti apa? serta pada judul saudara yaitu terdapat implikasi pan islamisme di indonesia, tetapi tidak dijelaskan implikasinya seperti apa?, mohon penjelasannya!
BalasHapusDiskusi ditutup. Kok gak ada jawaban?
BalasHapus