Kamis, 10 April 2014

Pan Islamisme



PERKEMBANGAN PEMIKIAN PAN ISLAMISME DAN IMPLIKASINYA DI INDONESIA


Oleh: 
Athoi Muhammad 
Fika Eka P. 
Fariz Fahruzi 
Galuh Fajri K. 
Poni Novita S. 
Saidah Nuraini H. 




Abstrak
            Abad ke-19 hingga abad ke-20 merupakan suatu momentum dimana umat Islam memasuki suatu gerbong baru, gerbang pembaharuan. Fase ini kerap disebut sebagai abad modernisme, suatu abad dimana umat diperhadapkan dengan kenyataan bahwa bangsa Barat jauh mengungguli mereka. Keadaan ini membuat berbagai respon bermunculan, berbagai kalangan Islam merespon dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan pada corak keislaman mereka. Ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa memang umat sedang terpuruk dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat bangkit dari keterpurukan itu. Ada pula yang merespon dengan menolak apapun yang datang dari Barat sebab mereka beranggapan bahwa itu di luar Islam. Kalangan ini meyakini Islamlah yang terbaik dan umat harus kembali pada dasar-dasar wahyu, kalangan ini kerap disebut dengan kaum revitalis.Berbagai nama tokoh pun segera tampil dalam ingatan ketika disebutkan tentang abad modernisme Islam yang ditandai dengan dominasi Eropa ini. Dominasi Eropa atas dunia Islam, khususnya di bidang politik dan pemikiran ini ditanggapi dengan beragam cara sehingga melahirkan kalangan modernis dan fundamentalis. Modernisme cenderung akomodatif terhadap ide Barat meskipun kemudian mengembangkan sendiri ide-ide tersebut, sedangkan fundamentalisme menganggap apa-apa yang datang dari Barat adalah bukan berasal dari Islam dan tak layak untuk diambil. Fundamentalisme merupakan suatu paham yang lahir atau besar setelah fase modernisme.Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka tak lepas dari seorang tokoh yang merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam, Al-Afghani, seorang pembaharu yang memiliki keunikan, kekhasan, dan misterinya sendiri. Berangkat dari pembagian corak keislaman di atas, Afghani menempati posisi yang unik dalam menanggapi dominasi Barat terhadap Islam. Pemikiran daeri Afghani ini disebut sebagai aliran Pan Islamisme. Di satu sisi, Afghani sangat moderat dengan mengakomodasi ide-ide yang datang dari Barat, ini dilakukannya demi memperbaiki kemerosotan umat. Namun di lain sisi, Afghani tampil begitu keras ketika itu.Pada makalah ini  kami akan paparkan sedikit tentang pemikiran, kiprah politik, serta perkembangan dari Pan Islamisme itu sendiri.

Kata kunci: Pan Islamisme, Jamaluddin Al Afghani, Politik Islam

a.      Pembahasan

Riwayat Hidup Jamaluddin Al Afghani
            Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin Al-Afghani bin Shafdar Al-Husaini yang lahir pada tahun 1853 M di As’adabat dekat kota Kunar yang termasuk kawasan distrik Kabul bagian timur Afghanistan. Ayahnya bernama Shafdar Al-Husaini, seorang bangsawan terhormat dan mempunyai nasab sampai ke Ali bin Abi Thalib dari jalur At-Tirmidzi, seorang perawi hadits yang termasyur.
Di masa kecilnya Al-Afghani pindah ke kota Kabul beserta keluarganya. Sejak masa kecilnya telah nampak pada diri Al-Afghani kecerdasan dan kemauan yang besar untuk menggali pengetahuan. Dalam usia delapan tahun ia mulai belajar disiplin ilmu dan menguasai beberapa ilmu, diantaranya Al-Quran, bahasa Arab, hadits, fiqih, ilmu kalam, politik, sejarah, musik dan termasuk ilmu-ilmu eksak. Dalam rangka menambah wawasan pengetahuannya, Al-Afghani melanjutkan studi ke India dan menetap disana selama satu tahun untuk belajar pengetahuan-pengetahuan Barat dab metodologinya serta bahasa Inggris. Tahun 1857 ia menunaikan ibadah haji ke Mekah dan sekembalinya di Afghanistan, ia diangkat menjadi pembantu pangeran Dost Muhammad Khan.
Pada tahun 1864, Al-Afghani menjadi penasehat Sher Ali Khan dan pada masa Muhammad Azzam Khan menjadi perdana menteri. Karena terjadinya konflik dalam negeri Afghanistan, ia kembali menuju India untuk kedua kalinya pada tahun 1869. Saat itu India jatuh ke tangan Inggris, oleh karenanya ia memutuskan untuk menuju Mesir pada tahun 1871. Di Mesir ia sempat berkenalan dengan kalangan ulama Al-Azhar dan memberikan kuliah. Selanjutnya Al-Afghani pergi ke Turki dan diangkat sebagai anggota Majelis Pendidikan Turki dan sering diundang untuk menyampaian ceramah di Aya Shofia dan Masjid Sultan Ahmad.
Karena keberadaaannya yang dianggap membahayakan posisi kepala pemerintahan, timbullah fitnah yang dilancarkan oleh Hasan Fahmi Syaikh Al-Islam dengan mengatakan bahwa ceramah-ceramah Al-Afghani banyak mengandung unsur penghinaan terhadap kenabian. Dengan alasan ingin menunaikan haji, maka Al-Afghani meninggalkan Turki dan kemudian menetap di Mesir hingga tahun 1879. Pada masa inilah ide pemikiran dan aktivitas memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia Islam khususnya Mesir.
Al-Afghan telah mengunjungi beberapa kota di Eropa bahkan menetap di sana. Tahun 1882 berada di London, lalu satu tahun kemudian ke Paris, dan kembali lagi menetap di London tahun 1885. Selanjutnya ke Teheran, ke Moscow tahun 1887, ke Jerman dan akhirnya kembali lagi ke Teheran. Pengamanan merantau inilah yang kemudian membentuk wawasan berfikirnya yang luas, bebas dan demokratis yang tentunya telah banyak melahirkan banyak murid asli didikan dan binaan yang dilakukan Al-Afghani yang mewarnai sejarah pemikiran di dunia Islam. Akhirnya pada tahun 1897 ia wafat di Istanbul karena sakit.

Pemikiran Jamaluddin Al Afghani Mengenai Pan Islamisme
            Semua orang sepakat bahwa dialah yang menginspirasi gerakan Islam modern dan mengilhami pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang hidup di tengah-tengah kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya amat besar terhadap gerakan-gerakan pembebasan dan konstitusional yang dilakukan di negara-negara Islam setelah zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islamnya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari Eropa dan pengetahuan modern. Semua usahanya dicurahkan untuk menerbitkan makalah-makalah politik yang membangkitkan semangat, khususnya yang termuat dalam majalah Al-Urwah al-Wutsqa. Ia telah membangkitkan gerakan yang berskala nasional dan gerakan jamaah Islam.
Afghani mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah, yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga biasa disebut salaf (pendahulu) yang saleh. Sebenarnya Afghani bukanlah pemikir Islam pertama yang mempelopori aliran salafiyah (revivalis). Ibnu Taymiyah telah mengajarkan teori yang serupa, begitu pula Syeikh Mohammad Abdul Wahab pada abad ke-18.
Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta pengembalian keutuhan umat Islam, Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah islamiyah) atau Pan Islamisme. Menurut Afghani, asosiasi politik itu harus meliputi seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan persatuan umat Islam dalam perjuangan :
a)      Menentang tiap sistem pemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal mana juga berarti menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut.
b)      Menentang kolonialisme dan dominasi Barat, yang berakibat pada mundurnya umat maupun negara yang berlandaskan Islam (Habib, 2003 : 112).
Menurut Afghani, dalam ikatan itu eksistensi dan kemandirian masing-masing negara anggota tetap diakui dan dihormati, sedangkan kedudukan para kepala negaranya, apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat antara satu dengan yang lain, tanpa ada satu pun dari mereka yang lebih ditinggikan
Afghani mendiagnose penyebab kemunduran di dunia Islam, adalah tidak adanya keadilan dan syura (dewan) serta tidak setianya pemerintah pada konstitusi dikarenakan pemerintahan yang sewenang-wenang (despotik), inilah alasan mengapa pemikir di negara-negara Islam di timur tidak bisa mencerahkan masyarakat tentang inti sari dan kebaikan dari pemerintah republik. Pemerintahan republik, merupakan sumber dari kebahagiaan dan kebanggaan. Mereka yang diatur oleh pemerintah republik sendirilah yang layak untuk disebut manusia; karena suatu manusia yang sesungguhnya hanya diatur oleh hukum yang didasari oleh keadilan dan mengatur gerakan, tindakan, transaksi dan hubungan dengan orang lain yang dapat  mengangkat masyarakat ke puncak kebahagiaan. Bagi Afghani, pemerintah rakyat adalah “pemerintahan yang terbatas”, pemerintahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya merupakan lawan dari pemerintahan absolut. Merupakan suatu pemerintah yang berkonsultasidalam mengatur, membebaskan dari beban yang diletakkan pemerintahan despotik dan mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat kesempurnaan.
Reformasi atau pembaharuan dalam bidang politik yang hendak diperjuangkan oleh salafiyah (baru) di negara-negara Islam adalah pelaksanaan ajaran Islam tentang musyawarah melalui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan perwakilan (rakyat), pembatasan terhadap kekuasaan dan kewenangan pemerintah dengan konstitusi dan undang-undang, serta pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung reformasi politik dan sekaligus untuk membebaskan dunia Islam dari penjajahan dominasi Barat.
Menurut Afghani, melalui Pan Islamisme merupakan cara terbaik dan paling efektif untuk mencapai tujuan-tujuan, diantaranya adalah melalui revolusi yang didasarkan atas kekuatan rakyat, jika perlu dengan pertumpahan darah. Ia mengatakan bahwa kalau memang ada sejumlah hal yang harus direbut dan tidak ditunggu untuk diterima sebagai hadiah atau anugerah, maka kebebasan kemerdekaan merupakan dua hal tersebut.
Tujuan utama gerakan Pan Islamisme ialah menyatukan pendapat semua negara-negara Islam dibawah satu kekhalifahan, untuk mendirikan sebuah imperium Islam yang kuat dan mampu berhadapan dengan campur tangan bangsa Eropa. Ia ingin membangunkan kesadaran mereka akan kejayaan Islam pada masa lampau yang menjadi kuat karena bersatu. Menyadarkan bahwa kelemahan umat Islam sekarang ini karena mereka terpecah belah (Hardirdjo, 1998 : 38).
Afghani berusaha menghimpun kembali kekuatan dunia Islam yang tercecer. Ia yakin bahwa kebangkitan Islam merupakan tanggungjawab kaum Muslim, bukan tanggungjawab Sang Pencipta. Masa depan kaum Muslim tidak akan mulia kecuali jika mereka menjadikan diri mereka sendiri sebagai orang besar. Mereka harus bangkit dan menyingkirkan kelalaian. Mereka harus tau realitas, melepaskan diri dari kepasrahan. Ia menjelaskan kebobrokan umat Islam, dan menerangkan bahwa dunia Islam sedang terancam. Ancamannya datang dari Barat yang memiliki kekuatan dinamis. Pan Islamisme mengajak umat Islam untuk melakukan perbaikan secara internal, menumbuhkan kekuatan untuk bertahan dan mengadopsi buah peradaban Barat, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembalikan kejayaan Islam. Barat harus dihadapi karena dialah yang mengancamIslam. Cara menghadapinya adalah dengan menirunya dalam hal-hal positif, selain aturan kebebasan dan demokrasinya.
Afghani adalah pembaharu muslim pertama yang menggunakan term Islam dan Barat sebagai dua fenomena yang selalu bertentangan. Sebuah pertentangan yang justru harus dijadikan patokan berpikir kaum muslim, yaitu untuk membebaskan kaum muslim dari ketakutan dan eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Eropa.
Pengaruh embrio dari pemikiran Jamaluddin Al Afghani mengenai konsep Pan Islamisme ternyata banyak melahirkan ataupun menginspirasi gerakan-gerakan fundamentalisme islam. Sebuah gerakan keagamaan dan politik yang mengatasnamakan “islam”. Namun sebenarnya wajah islam sendiri warna-warni. Sebuah kerahmatan karena perbedaan. Oleh mereka, wajah islam sekuat mungkin ataupun dengan jalan kekerasan perlu diseragamkan menjadi satu wajah tunggal. Lalu menurut Saidi[11] ada beberapa karakteristik dari kaum fundamentalis yang diantaranya :
1.      Penafsiran yang bersifat represif atas gagasan Tuhan. Mereka menolak kemungkinan “demokratisasi” interpretasi teks-teks Tuhan tetapi menganjurkan penafsirasn absolutis.
2.      Penyatuan antara agama dan negara. Perwujudan konsep ini adalah pemerintahan teokrasi.
3.      Penolakan atas dominasi simbol-simbol modern dan barat.
4.      Penafsiran yang besrifat literal-skriptual serta menolak historisisme-rasionalisme.
5.      Pan Islamisme. Manifestasi lain dari gagasan untuk menghidupkan kembali konsep pemerintahan Pan Islamisme di mana pemeluk islam didefinisikan dalam satu kesatuan ummah. Angan-angan ke arah satu kekhalifahan islam merupakan perwujudan dari ide-ide ini.
Kaitan pemikiran Afghani dengan pembelajaran sejarah
            Pemikiran Afghani ini tentu berkaitan dengan pembelajaran sejarah. Salah satunya yaitu ada sebagian kaum islam yang masih merasa bentuk penjajahan tersamar dari cengkraman bangsa barat meskipun negaranya sudah merdeka. Dominasi barat dalam segala lini begitu kentara. Hingga pemerintahan yang berkuasa ikut “dikendalikan” oleh barat. Dengan latar belakang ini, tidak mengherankan jika kaum fundamentalis islam mulai bergerak menyuarakan aspirasinya menyikapi hal yang terjadi. Mereka berseru agar kaum islam bersatu dan melawan penjajah ( Pan Islamisme ). Untuk beberapa kasus kaum fundamentalis ( Hizbut Tahrir Indonesia ), bahkan mereka berseru untuk melawan pemerintahan yang sah karena kafir. Dikatakan kafir karena roda pemerintahan dan bentuk negara yang dijalankan tidak berasaskan islam. Meskipun Jamaluddin tidak mengharuskan suatu bentuk negara dari semangat Pan Islamisme, oleh beberapa kaum fundamentalis, umat islam harus disatukan dalam bentuk pemerintahan tunggal. Pemetintahan dan bentuk negara yang dimaksud adalah Khilafah dengan seorang Khalifah sebagai pemimpin tertinggi negara. Lagi-lagi ini hanyalah bentuk angan-angan bahkan (menurut kami) adalah suatu utopia belaka.
            Artinya bahwa pemikiran Afghani ini memberikan suatu dampak yang baik bagi pembelajaran sejarah dimana pemikiran ini memberikan gambaran kepada kita tentang arti kemerdekaan yang seharusnya kita terima sebagai hak kita. Hal ini mengingat bahwa akhir-akhir ini telah terjadi penjajahan secara samar dengan salah satu bentuknya yaitu dominasi para bangsa barat. Semangat Pan Islamisme yang ditelurkan oleh Jamaluddin tidaklah pernah surut. Selagi masih ada negara-negara yang dijajah secara tersamar oleh barat maka semangat ini akan terus membara. Khususnya bagi kaum fundamentalis, ini adalah agenda politik mereka dalam mewujudkan bentuk negara islam ( idealnya mereka ). Pergerakan mereka akan terus-menerus merongrong. Bagi kaum fundamentalis radikal, mereka akan menempuh jalan kekerasan meskipun dengan alasan tujuannya akan baik. Bagi kalangan fundamentalis moderat, mereka akan mengikuti aturan main yang ada ( demokrasi ). Mereka menyelinap dengan pergerakan yang lihai hingga masuk dalam struktur pemeritahan yang ada. Setelah berhasi masuk, sedikit demi sedikit mereka akan merubah hukum yang ada sehingga nuansa islam ( islam pemahaman mereka ) begitu kental. Tidak hanya itu, pergerakan kaum moderat juga dengan “lincahnya“ membangun basis-basis gerakan dari bawah. Dengan basis gerakan dari bawah yang persebarannya terus meluas, mereka mewacanakan bentuk negara islam. Hingga wacana itu akan berbuah menjadi opini publik umat islam yang apirasinya minta didengarkan oleh pemerintah. Pada akhirnya, tuntutan dan aspirasi yang begitu besar dari kaum islam untuk membentuk negara islam direalisasikan oleh negara.  
b.      Penutup
            Semangat yang digagas oleh Jamaluddin adalah suatu semangat yang mengawali kegiatan-kegiatan pemberontakan negara timur kepada bangsa Eropa yang menjajah urusan pemerintahan negara timur. Ia menggunakan cara-cara dan pendekatan-pendekatan seperti syiar syiar , dialog , dan tulisan tulisan. Ia mengajarkan cara menulis dan menanamkansifat untuk berani berpendapat sasaran utamanya para pemuda.para pemuda ini diangga sebagia agen kebangkitan nasional kegiatan jamaluddin pun berhasil untuk menghasut kebangkitan untuk melawan eropa di tanah Mesir dan semenjak itu menjadi titik awal pengaruh jamaluddin di dunia timur lainnya.
            Pemikiran Afghani ini tentu berkaitan dengan pembelajaran sejarah. Salah satunya yaitu ada sebagian kaum islam yang masih merasa bentuk penjajahan tersamar dari cengkraman bangsa barat meskipun negaranya sudah merdeka. Dominasi barat dalam segala lini begitu kentara. Hingga pemerintahan yang berkuasa ikut “dikendalikan” oleh barat. Artinya bahwa pemikiran Afghani ini memberikan suatu dampak yang baik bagi pembelajaran sejarah dimana pemikiran ini memberikan gambaran kepada kita tentang arti kemerdekaan yang seharusnya kita terima sebagai hak kita.




DAFTAR RUJUKAN

Soeripto, Habib. 2003. PolitikDalamPandangan Islam.Jakarta :RajawaliPutera.
Hardirdjo, Ari. 1998. PerkembanganIdeologi Di Abad Ke 20. Jakarta : PT Gramedia.
Ali, Mukti. Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah. Jakarta:Djambatan.        1995
Mubarak, Zaki. Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan Pemikiran dan Prospek Demokrasi. Jakarta: LP3ES. 2008
Roy,Oliver. Gagalnya Islam Politik. Jakarta: Serambi. 1996


2 komentar:

  1. yang saya tanyakan, apakan tokoh dari pan islamisme itu hanya afghani saja? lalu bagaimana perkembangan pan islamisme di indonesia dan pan islmisme masuk di indonesia itu seperti apa? serta pada judul saudara yaitu terdapat implikasi pan islamisme di indonesia, tetapi tidak dijelaskan implikasinya seperti apa?, mohon penjelasannya!

    BalasHapus
  2. Diskusi ditutup. Kok gak ada jawaban?

    BalasHapus